Pakar Hukum Tata Negara Minta DPR Batasi Kewenangan Jokowi Sebelum Pilpres

Selasa, 06 Februari 2024 – 21:54 WIB
Presiden Jokowi berbicara kepada media seusai agenda minum teh bersama Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep dan sejumlah kader partai muda tersebut di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/2/2024). Foto: dok PSI

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara & Konstitusi UGM Zainal Arifin Mochtar meminta DPR-RI) memperingatkan Presiden Jokowi di akhir masa jabatannya.

Zainal menyatakan langkah konstitusional itu bisa dilakukan untuk mencegah presiden cawe-cawe dalam Pilpres.

BACA JUGA: Sentil Jokowi, Butet Kartaredjasa: Kita Berseberangan

"Sebetulnya, jumlah kursi partai-partai koalisi 01 dan 03 sudah memadai untuk melakukan 'pemincangan', tetapi langkah ini tergantung niat partai-partai itu," ungkap Zainal dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Nusantara 2045 di Jakarta baru-baru ini.

Zainal mengungkapkan beberapa negara presidensial di dunia seperti Amerika Serikat, Ghana, Nigeria, Meksiko, dan Filipina telah membatasi kekuasaan presiden ketika hendak memasuki akhir masa jabatan.

BACA JUGA: Cak Imin Yakin Ahok Bukan Kuda Putih Jokowi

Contohnya, konstitusi Filipina yang melarang presiden mengangkat jabatan di departemen atau lembaga pemerintah dalam waktu dua bulan, sebelum pemilihan presiden dan sampai berakhirnya masa jabatan presiden.

"Undang-undang pemilu Filipina juga melarang presiden (pemerintah) untuk melakukan sejumlah tindakan atau keputusan baru dalam kurun waktu 45 hari sebelum pemilu nasional," ungkap Zainal.

BACA JUGA: Anies Sorot Nasib Revolusi Mental Kini, Singgung Praktik Nepotisme dan Niretik Jokowi

Zainal pun menegaskan pelanggaran hukum dan konstitusi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sebagaimana tampak dalam skandal Mahkamah Konstitusi adalah kesalahan kita bersama.

Zainal menegaskan pemerintahan Presiden Jokowi mengarah ke arah otoritarianisme karena disokong oleh semua kekuatan politik.

"Selama ini, kita terlalu tinggi 'kadar keimanan' nya pada pemerintahan Jokowi, hingga pemerintahan ini mengarah pada otoritarianisme," tegas Zainal.

Dia menegaskan banyak pihak terlambat menyadari munculnya penyelewengan kekuasaan serta penindasan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Zainal pun mengingatkan, pada 2019 ada mahasiswa yang tewas dibunuh aparat ketika berdemonstrasi menolak revisi Undang-Undang KPK. Namun, tak banyak yang berteriak soal itu.

"Ke mana kita semua, ketika ada buruh yang dipukuli saat demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja, jadi sebenarnya memang kita yang membuat pemerintahan ini otoriter, apalagi ini adalah 'penyakit' sistem presidensil. Oleh karena itu penting untuk memikirkan pengawasan dan pembatasan yang mungkin terhadap Presiden Jokowi, melalui 'pemincangan' oleh DPR, hal ini untuk menjaga demokrasi dan melindungi kepentingan publik," pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler