jpnn.com, JAKARTA - Pakar Virologi dan Imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Mohamad Saifudin Hakim memprediksikan risiko terburuk akibat covid-19 bakal menurun.
Menurutnya, risiko terburuk bisa menurun setelah kalangan lansia menjalani vaksinasi tahap kedua. Kemudian penyandang disabilitas mulai menjalani vaksinisasi tahap pertama.
"Akan mengurangi manifestasi Covid-19 berat pada kelompok berisiko tinggi," ujar Saifudin.
Saat ini, menurutnya, masih ada kelompok rentan yang takut divaksin. Padahal, untuk bisa ikut vaksin, pemerintah sudah membuat standar operasional prosedur (SOP), sehingga dampak vaksin bisa diminimalisir.
BACA JUGA: Vaksin Itu Lagi
Saifudin menilai program vaksinasi tidak akan berjalan sesuai rencana jika ada yang masih menolak divaksin.
"Harus ada edukasi terus-menerus kepada kelompok masyarakat yang masih takut atau menolak untuk vaksinasi tanpa alasan medis yang bisa dibenarkan," ujarnya.
BACA JUGA: 1 Tahun Pandemi COVID-19, Kepuasan Publik terhadap Jokowi Capai Level Tertinggi
Saat ini pemerintah terus belanja vaksin meski beberapa kalangan masih menolak divaksin.
Vaksi dibeli dari berbagai negara. Menurut anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Abidin Fikri, pemerintah Indonesia melakukan itu bukan untuk menghindari kemungkinan embargo dari negara produsen.
"Itu bukan soal embargo, soal ketersediaan. Memang pemerintah harus berinisiatif, karena kan semua negara butuh vaksin. Jadi ya harus proaktif," kata Abidin Fikri dihubungi secara terpisah.
Menurutnya, pemerintah memang harus lebih cepat mendatangkan vaksin dari negara-negara produsen.
"Banyak negara yang sampai sekarang belum dapat vaksin sehingga yang dilakukan pemerintah tepat," tuturnya.
Dia memberikan contoh Malaysia hingga kini belum mendapatkan vaksin Covid-19 dari negara produsen.
Abidin mengatakan warga Malaysia mempertanyakan pemerintahnya kenapa belum mendapatkan vaksin.
"Ada 130 negara ya kalau tidak salah belum dapat. Jadi Indonesia masih beruntung nih, dengan kecepatan berkomunikasi dengan negara-negara yang memproduksi vaksin," tegasnya.
Di samping itu, dia menilai inovasi-inovasi pembuatan vaksin di dalam negeri juga perlu didorong.
"Tetap harus memenuhi standar keilmuan, karena ada aspek kehati-hatian, mutu, dan khasiat. Harus diuji secara benar, jadi bukan asal vaksin, nah itu juga sama perlakuan terhadap vaksin-vaksin yang dari luar," pungkasnya. (flo/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Natalia