jpnn.com - JAKARTA - Data 10,4 juta pemilih yang bermasalah sedikit banyak terungkap. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, sejumlah warga yang tinggal di wilayah khusus memang rata-rata memiliki nomor induk kependudukan (NIK) yang bermasalah atau tidak standar.
Komisioner KPU Hadar Navis Gumay mengatakan, sejumlah pemilih yang NIK-nya tercantum tidak standar adalah warga yang menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan (lapas). "Kami sudah mendatangi berbagai lapas dan tidak bisa mendapati NIK mereka," ujar Hadar di sela-sela rapat koordinasi finalisasi daftar pemilih tetap (DPT) di kantor KPU, Jakarta, Minggu (3/11).
BACA JUGA: Tegaskan Masalah NIK Bukan Kewenangan KPU
Menurut Hadar, para petugas KPU dalam mendata pemilih yang tinggal di lapas selalu mendatangi kepala lapas (Kalapas) terkait. Dari data yang disampaikan, mayoritas warga yang terdaftar di lapas belum punya NIK.
"Baru kemarin (Sabtu 2/11, Red) surat dari Kemenkum HAM turun. Intinya meminta Kalapas menyerahkan NIK warga lapas bila ada," ungkapnya.
BACA JUGA: Tiga Hal Jadi Sebab Persoalan DPT
Persoalan lain terkait dengan ketiadaan NIK di data lapangan adalah warga yang tinggal di asrama atau pesantren. Mereka yang rata-rata pemilih pemula itu belum atau tidak mengetahui NIK mereka. "Mereka tidak membawa KK (kartu keluarga) yang ada di tempat tinggal mereka," ujarnya.
Kasus semacam itu, lanjut Hadar, juga terjadi saat petugas melakukan pemutakhiran data pemilih di kalangan mahasiswa. Termasuk sejumlah pemilih lanjut usia. Ada di antara mereka yang tidak lagi memikirkan identitas kependudukan.
BACA JUGA: Parpol Harusnya Proaktif Urusi DPT
Hadar menilai kasus semacam ini bisa diperbaiki meski DPT ditetapkan pada 4 November. "Ini coba kami tetapkan, tapi NIK-nya bisa diperbaiki. Ini perspektif yang mungkin bisa jadi jalan keluar," tutur mantan direktur eksekutif Centre for Electoral Reform itu. (bay/c9/fa)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sarankan KPU Tunda Penetapan DPT Lagi
Redaktur : Tim Redaksi