PAN: Kepala Daerah Punya Domain Sendiri

Kamis, 29 Maret 2012 – 07:25 WIB

JAKARTA - Kepala daerah yang terlibat dalam aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diminta untuk menghormati domain masing-masing. Kader PAN Abdul Hakam Naja salah satunya yang meminta agar  kepala daerah membedakan domain sendiri-sendiri.

”Terkait pembicaraan APBN itu adalah domain pemerintah pusat. Sedangkan APBD adalah domain pemerintah daerah," kata Abdul Hakam Naja, kemarin (28/3).

Menurutnya, kader partai politik memang berhak untuk menyatakan sikap sesuai dengan garis partai. Tetapi, jika menjadi kepala daerah, kader partai tetap harus menghormati keputusan pemerintah pusat. Jika kepala daerah tidak setuju dengan kebijakan pemerintah pusat, sebaiknya ia tidak mengungkapkannya. Sebab, pada dirinya melekat jabatan sebagai pejabat publik dan bagian dari hierarki pemerintahan.

"Biarkan saja kader lain yang menyatakan sikap, jika ia adalah ketua partai di daerah. Bisa saja meminta sekretaris yang menyatakan sikap. Sebab, jika kepala daerah tetap menyatakan sikap penolakan atas kebijakan pemerintah pusat, birokrasi yang seharusnya netral akan menghadapi masalah,” ujarnya.

Tak hanya itu, kata dia, birokrasi juga akan rancu untuk menyikapi kebijakan pemerintah, sehingga kinerja organisasi akan mengalami kontradiksi.
Undang-undang, kata Hakam, mengatur kepala daerah bisa diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri jika dianggap melanggar undang-undang dan konstitusi, serta tidak patuh pada sumpah ketika dilantik.

Seperti diketahui, Selasa (27/3) lalu  Wakil Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo memimpin unjuk rasa menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM ) di dekat Balaikota Solo. Menurut Rudy, dirinya nekat demi menyuarakan aspirasi rakyat. Hal sama juga dilakukan Wakil Walikota Surabaya Bambang D.H.

Namun, Hakam menilai, aksi wakil walikota tersebut menolak kenaikan harga BBM dalam undang-undang APBNP-2012 belum melanggar undang-undang. "Karena sampai saat ini belum ada keputusan terkait RUU  RAPBN–P 2012 menjadi undang-undang,“ tutup anggota DPR dari dapil Jawa Tengah X ini.

Anggota Komisi II DPR  dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin menilai aksi unjuk rasa wakil walikota Solo dan wakil walikota Surabaya masih wajar. Keduanya belum dapat dikenai sanksi apapun. Alasannya, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan bukan ditunjuk pemerintah pusat.

Namun demikian, menurut Nurul, kalau pun kepala daerah berunjuk rasa hanyalah melanggar etika. ”Sebenarnya bebas saja bagi kepala daerah untuk turut berdemo. Tidak ada aturan yang membatasi hal tersebut. Tapi masalahnya ada pada etika dan integritas yang sangat tergantung pada individunya yang bersifat sangat personal,” ujar Nurul, Rabu (28/3) kepada INDOPOS (grup JPNN) di gedung DPR, Jakarta.

Menurut dia, setiap warga negara wajar dan berhak berunjuk rasa sejauh tidak melanggar aturan yang berlaku. ”Saya berharap pendemo juga berpikir tentang hak warga negara yang lain (yang tidak berunjuk rasa). Jangan ada tindakan yang merugikan warga negara yang lain, karena akhirnya demonstrasi akan berakhir kontraproduktif dan tidak mencapai sasaran yang substantif,” urai Nurul. (yay/ind)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelar Pasar Murah, Dahlan Blusukan Kampung


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler