Pancasila dan Perdamaian Dunia

Oleh: Surya Fermana

Kamis, 23 Juni 2022 – 23:41 WIB
Surya Fermana. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Hakikat Pancasila adalah karakter dasar bangsa Indonesia, dalam arti cerminan budaya bangsa yang kemudian disistematisasi oleh Bung Karno menjadi Pancasila.

Pancasila menjadi sumber tata negara kita. Sebab tata negara haruslah sesuai dengan kepribadian bangsa.

BACA JUGA: BPIP Bersama Kopassus Bangun Semangat Membumikan Pancasila

UUD 1945 dan turunannya harus mencerminkan watak Pancasila.

Watak moderat bangsa Indonesia sudah tercermin dalam Pancasila. Dalam konstelasi peradaban dan ideologi dunia, Pancasila menjadi jalan tengah damai bagi benturan peradaban dan ideologi-ideologi yang bertentangan.

BACA JUGA: KSAL Laksamana Yudo: Pancasila Tidak Sekadar Diucapkan, Tetapi

Tatkala perang dingin, terjadi pertarungan ideologi komunis vs liberal yang berakhir dengan dominasi liberalisme namun menimbulkan dampak baru benturan peradaban Barat (liberal) vs Timur (komunitarian).

Dominasi Barat menimbulkan perlawanan berbentuk terorisme yang momentum besarnya adalah peledakan 2 menara kembar WTC di Amerika.

BACA JUGA: Komjen Boy Minta Duta Damai Terus Sebarkan Pesan Perdamaian

Sejak kala itu bergaunglah war on teror kemudian Arab Spring yang berdampak peperangan di Suriah dan Yaman.

Pada dunia yang negaranya bukan mayoritas Muslim, langkah Barat adalah melakukan liberalisasi sistem negara dengan stigma yang tidak mengikuti Barat adalah negara otoriter.

War on teror, Perang di Ukraina dan perang dagang adalah bagian dari reaksi kontra reaksi terhadap gerakan universalisatis liberalisme Barat.

Indonesian tidak pernah terlepas dari dampak pertarungan-pertarungan besar tersebut.

Runtuhnya Orde Lama, munculnya Orde Baru, Reformasi, maraknya terorisme dan separatisme bagian dari dampak benturan ideologi dan peradaban.

Indonesia masih bisa bertahan eksis karena Pancasila yang sudah mengakar pada bangsa Indonesia.

Hingga saat ini bangsa Indonesia masih menghadapi derasnya arus liberalisasi-hedonisme dan ideologi transnasional sebagai dampak dari globalisasi dan terbukanya ruang cyber.

Dampak buruk dari masuknya ideologi impor itu adalah menjauhkan bangsa Indonesia dari nilai Pancasila yang moderat dan terjerumus dalam sikap ekstrem.

Dalam spektrum ideologi, ada dua ekstrem yaitu Kanan (Far Right) dan Kiri (Far Left).

Ekstrem kanan sikap sangat berlebihan terhadap identitas komunal seperti ras, agama, bangsa, dan suku.

Ekstrem kiri sikap yang sangat berlebihan pada keinginan terwujudnya keadilan sosial seperti anarco dan gerakan kiri baru (new left). Sikap ekstrem berujung pada kekerasan, teror dan pemberontakan.

Spektrum lain adalah kanan dalam (near right) dan kiri dalam (near left). Kanan dalam dapat disebut konservatif dan kiri dalam disebut progresif.

Konservatif menjaga nilai-nilai lama yang ada dalam masyarakat sedangkan progresif melakukan perubahan-perubahan dengan menyongsong nilai yang baru.

Kanan dalam dan kiri dalam berdinamika menuju titik seimbang moderat.

Memang acapkali dinamika sosial dan bernegara antara kanan dalam dan kiri dalam bisa jatuh pada ekstrem bila tak mengacu pada musyawarah dan mufakat dan tidak punya sikap kemanusiaan yang beradab yang bernilai Pancasila.

Sudah seharusnya kita memperkuat internalisasi Pancasila untuk menghadapi gejolak internasional dan domestik bahkan lebih maju menjadi solusi bagi perdamaian dunia.***

 

Penulis adalah pengamat dan ideolog

 


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler