jpnn.com, JAKARTA - Panglima TNI diminta bertanggung jawab terhadap Heli MI-17/Sukhoi yang jatuh di Papua pada 28 Juni lalu. Permintaan tersebut disampaikan mantan Pangdam Cenderawasih Mayjen (Purn) Christian Zebua seperti dilansir dalam keterangan pers di Jakarta, kemarin.
Menurur Zebua, semua penggunaan kekuatan prajurit dan peralatan TNI untuk operasional, di bawah kendali dan tanggung jawab penuh Panglima TNI. Belum ditemukannya helikopter MI-17 Sukhoi yang hilang beberapa waktu yang lalu di Papua, merupakan tanggung jawab Hadi Tjahjanto.
BACA JUGA: TNI Mengerahkan Pesawat Intai Strategis di Papua
“Secara struktural, tanggung jawab operasional alutsista, hilangnya heli MI-17 sepenuhnya di bawah kendali Panglima TNI dengan Mayjen Marzuki selaku Pangkoops Pinangsiri. Dengan demikian Panglima TNI dan Pangkoops Marzuki harus bertanggung jawab. Sedangkan Pangdam Cenderawasih tidak bisa diminta bertanggung jawab terhadap kegagalan Operasi di Papua tersebut karena hanya mengemban fungsi Pembinaan Kekuatan," paparnya.
Kegagalan Panglima TNI dalam operasi di Papua tidak bisa dibiarkan begitu saja. Bukan hanya alutsista berupa Heli MI–17, tetapi sudah begitu banyak prajurit yang menjadi korban.
BACA JUGA: Panglima TNI Olahraga Golf Bersama Pangab Singapura
Menurut Zebua yang telah malang melintang di Papua, Panglima TNI tidak bisa diam begitu saja. Panglima TNI tidak bisa main-main dalam menjalankan tugasnya selaku Panglima TNI.
Panglima TNI harus ada kesungguhan dalam menyelesaikan permasalahan Papua. Kalau dirasa kurang mampu, sebenarnya masih banyak perwira tinggi TNI yang mampu memimpin TNI.
BACA JUGA: Prajurit di Perbatasan Dapat Kunjungan Dua Komandan Tertinggi
Dia menegaskan dalam Doktrin TNI, seluruh operasi TNI, menyangkut seluruh kebijakan operasional TNI merupakan tanggung jawab Panglima TNI selaku Pengguna Kekuatan (The Use of Military Forces). Tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah pimpinan. Tidak ada prajurit yang harus dikorbankan, yang harus berkorban adalah Komandan.
Menurutnya, mulailah menjadi tentara profesional, terutama di level unsur pimpinan. Bagi yang di luar institusi militer baik yang sedang menjabat atau tidak, harus memahami tupoksi. Perwira TNI harus belajar untuk berani memikul tanggung jawab bukan mendistribusikan tanggung jawab, bahkan berani mundur kalau memang terbukti tidak mampu.
“Jangan mengembangkan budaya lepas tanggung jawab karena sedang berkuasa,” tutur Zebua yang sarat dengan pengalaman operasi TNI ini.
Pembinaan personel di TNI sebenarnya memiliki pakem yang baku, seorang perwira harus melalui tour of duty dan tour of area yang cukup, sehingga perwira tersebut memiliki pengalaman penugasan yang cukup, dengan pengalaman yang cukup maka naluri tempur akan tumbuh.
Pelanggaran terhadap pakem yang ada dalam binpers, akan menyebabkan seorang perwira akan menghadapi keterbatasan pengalaman penugasan, sehingga kelak menjadi seorang pemimpin, Perwira ini tidak akan berani bertindak, dan ujung-ujungnya yang terjadi adalah kegagalan dan kegagalan, lalu menyalahkan pihak lain.
Diketahui, helikopter TNI dengan jenis MI-17 dilaporkan hilang kontak dalam misi penerbangan dari bandara Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang ke Bandara Sentani, Jayapura, Papua, Jumat siang, 28 Juni 2019.
Berdasarkan keterangan resmi Kodam XVII/Cendrawasih, helikopter dengan nomor register HA-5138 milik Penerbad TNI AD itu membawa 12 orang terdiri dari 7 orang kru dan 5 personel Satgas Yonif 725/Wrg yang akan melaksanakan pergantian pos.
Helikopter itu melaksanakan misi pendorongan logistik ke pos udara pengamanan perbatasan di Distrik Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang Papua. Beberapa pos pengamanan TNI di perbatasan Indonesia-Papua Nugini hanya dapat ditempuh dengan sarana angkut pesawat udara.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 57 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat, Nih Nama Lengkapnya
Redaktur & Reporter : Friederich