Panwas Beber Enam Potensi Kecurangan Pilkada DKI

Senin, 09 Juli 2012 – 18:51 WIB

JAKARTA - Panwaslu DKI Jakarta membeberkan modus kecurangan yang bisa muncul dalam pilkada DKI 2012. Setidaknya ada enam modus kecurangan yang harus diwaspadai oleh masyarakat.

Modus pertama yang paling populer di masyarakat yakni serangan fajar. Anggota Panwaslu DKI, M.Jufri mengatakan modus serangan fajar ini paling rentan terjadi mengingat banyaknya dana kampanye yang dimiliki para pasangan calon. Biasanya, politik uang ini dilakukan tepat pada hari pemungutan suara sebelum warga mendatangi tempat pemungutan suara (TPS).

"Antisipasinya kita bisa tempatkan relawan di tempat-tempat yang rawan serangan fajar. Misal di wilayah yang ditemukan NIK ganda, perbatasan, wilayah-wilayah yang menjadi basis pasangan calon," kata Jufri saat ditemui di kantor KPU DKI, Senin (9/7).
 
Modus kedua, politik uang di malam sebelum hari pencoblosan. Modus kecurangan ini pernah terjadi di beberapa daerah. Pada malam sebelum hari pemungutan suara, oknum tim sukses mendatangi rumah warga dengan dalih ingin mengobrol. Padahal, oknum tersebut bermaksud memberikan uang agarr warga memilih pasangan calon tertentu.
 
"Di daerah biasanya modusnya pura-pura mengantar undangan, orang kan enggak akan curiga. Bahayanya kalau dia datang dan orang yang punya rumah menganggap dia bertamu. Dan orang menerima tidak melapor karena dia sudah mendapatkan uang itu," papar Jufri.
 
Modus ketiga, menyelipkan poster pasangan calon tertentu dalam undangan pemilihan. Menurut Jufri, modus ini bisa dilakukan karena adanya kerjasama dengan  Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Nantinya, undangan akan diberikan ke warga oleh orang lain bukan petugas KPPS.
 
Modus ketiga, membayar warga pasca nyoblos. Jadi warga harus memberikan bukti foto telah memilih pasangan calon yang dipesan sebagai bukti. Jika ada bukti foto surat suara sesuai pesanan maka warga akan menerima imbalan.
 
"Itu juga akan menjadi perhatian kita, karena memang sulit membuktikan modus seperti ini. Makanya nanti di TPS, PPL dan relawan untuk memperhatikan betul tiap pemilih di TPS," ujar Jufri.
 
Modus kelima, kecurangan lewat ketua KPPS. Modusnya, dengan menggugurkan surat suara yang tidak mencoblos pasangan calon yang dipesan. Jufri menjelaskan, modus ini bisa dilakukan apabila ketua atau petugas KPPS sudah terlatih untuk memanipulasi surat suara.
 
"Oleh karenanya pada saat bimbingan teknis bagi petugas TPS, untuk mengetahui bahwa dia curang, jangan sampai rusaknya itu di tempat yang sama. Kalau sekali okelah batal, kalau kedua ditempat yang sama, patut dicurigai. Oleh karenanya kami meminta saksi tolong dipantau dan diganti petugasnya," terang Jufri.
 
Modus kecurangan terakhir yang bisa terjadi dalam pilkada yakni dengan mengganti kotak suara asli dengan yang palsu. Jufri menjelaskan, kotak suara pengganti alias palsu berisi surat suara yang dicoblos di bagian gambar pasangan calon pesanan.
 
"Modusnya bisa saja surat suaranya diganti, atau kotak suaranya diganti dengan surat suara yang sudah dicoblos. Kemudian sisa surat suara juga bahaya bisa dimanfaatkan oleh oknum," imbuhnya.
 
Lebih lanjut, Jufri mengatakan bahwa Panwaslu DKI sudah merekrut sebanyak 801 relawan sebanyak 801 untuk membantu pengawasan pilkada DKI. Pengawasan bukan hanya dilakukan pada hari pemungutan suara tetapi juga selama masa tenang. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pencoblosan, Kartu Pemilih Ganda Beredar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler