Papua Memang Indonesia

Senin, 30 April 2012 – 05:48 WIB
Ari Sihasale (kanan) dan Nia Zulkarnaen pada acara 'Melihat Indonesia Dari Timur' di FX Mall, Jakarta, kemarin (29/4). Ari dan Nia baru saja pulang dari Papua pada tanggal 2 April 2012 setelah syuting selama 35 hari untuk pembuatan film 'Di Timur Matahari' yang akan tayang di bioskop pada tanggal 14 Juni 2012. FOTO: Angger Bondan/Jawa Pos

JAKARTA - Pasangan suami istri Nia Zulkarnaen dan Ari Sihasale tidak hanya dikenal sebagai selebriti. Mereka juga dikenal sebagai orang yang begitu mencintai seni. Lewat rumah produksi Alenia Pictures, mereka menelurkan film-film edutainment yang mengeksplorasi Indonesia.

Film pertama produksi mereka adalah Denias, Senandung di Atas Awan yang menceritakan perjuangan seorang anak pedalaman Papua. Setelah itu, mereka memproduksi film lagi, seperti Liburan Seru!, Tanah Air Beta, King, dan Serdadu Kumbang. Setiap cerita yang diangkat menjadi film oleh Alenia Pictures memiliki latar belakang lokasi yang kuat. Film terbaru yang tengah mereka kerjakan, Di Timur Matahari, juga mengambil lokasi di Papua.

Kemarin (29/4) Nia dan Ale hadir di acara Melihat Indonesia dari Timur di FX Lifestyle X"nter. Di sela acara Nia bercerita tentang film terbarunya tersebut. Selain melibatkan aktor cilik asli Papua, mereka mengajak Lukman Sardi, Laura Basuki, Ririn Ekawati, Ringgo Agus Rahman, Michael Jakarimilena, dan Lucky Martin. Film yang akan rilis di bioskop pada 14 Juni mendatang tersebut berkisah tentang harapan perdamaian dan pendidikan.

"Prosesnya sudah masuk final post production di Bangkok. Sebab, kan sebentar lagi tayang saat liburan sekolah," kata putri artis senior Mieke Wijaya itu. Ketika ditanya alasannya begitu tertarik membuat film keluarga dengan latar belakang Indonesia Timur, dia menyatakan bahwa dirinya dan Ale cinta Indonesia. "Kami tidak akan pernah bosan untuk bereksplorasi. Sebenarnya, bukan hanya Indonesia Timur saja, sih. Waktu film King, kan lokasinya di Kudus," jelasnya.

"Yang kami garis bawahi, kami bukan anak bangsa yang ingin bangsa ini terpuruk. Sekarang kami belum punya anak. Tetapi, suatu saat, kami pasti punya. Kami tidak mau, anak kami nanti mengenal Indonesia karena demonya atau karena korupsinya. Kami ingin memberikan harapan," paparnya.

Awalnya, mereka ingin membuat film dengan latar belakang cerita di Sumatera. Tetapi, kemudian, Papua lagi yang digarap. "Yang Sumatera setelah film ini," kata Nia. Papua memang memiliki problematikanya tersendiri. Di sana pembangunan tidak dilakukan sepesat di Jawa. "Saya akui bahwa membuat film itu susah dan mahal. Tetapi, kami bisa. Meski katanya jauh, katanya akses susah, kami sampai juga kalau mau," tegasnya.

Selama ini mereka selalu mengalami kesulitan untuk mencari sponsor. Ketika tahu bahwa film itu berlatar belakang Papua, pihak ketiga tidak mau menjadi sponsor. Banyak yang menyuarakan Papua. Tetapi, kenyataannya, sampai sekarang, kesejahteraan di sana masih timpang jika dibandingkan dengan daerah lain.

"Banyak yang bilang, Papua itu milik Indonesia. Kenapa begitu? Papua memang Indonesia! Kalau cinta dengan Papua, tunjukkan dengan langkah nyata. Kami jalan terus meski banyak halangan. Ternyata, kami bisa," terang Nia dengan bersemangat. (jan/c12/tia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarikan Cinta Jangan Kau Pergi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler