Para Dokter Ancam Mogok

Senin, 03 September 2012 – 13:20 WIB
JAKARTA - Polemik tak henti-hetinya muncul menjelang pemberlakuan BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) 2014 nanti. Kali ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memprotes rencana pemerintah yang menetapkan premi atau iuran BPJS hanya Rp 22 ribu per bulan per orang.

Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI Prijo Sidipratomo di Jakarta kemarin (2/9) menjelaskan, nominal iuran pokok atau premi untuk BPJS tadi sangat kecil sekali. Dia lantas membandingkan dengan iuran serupa untuk PNS (pegawai negeri sipil) yang mencapai Rp 40 ribuan per bulan per orang.

Jika nantinya pemerintah tetap mematok iuran atau premi BPJS sebesar Rp 22 ribu per bulan per orang, Prijo mengancam pihaknya akan menulis surat protes. "Surat keberatan ini akan kami tujukan kepada bapak presiden," kata Prijo.

Menurut Prijo, wajar jika jajaran dokter memprotes atau keberatan dengan nominal premi atau iuran BPJS yang hanya Rp 22 ribu per bulan per orang tersebut. Dengan besaran tadi, Prijo memperkirakan jika alokasi untuk penanganan kesehatan jika ada masyarakat yang sakit hanya sekitar Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per bulan per orang. Sebab anggaran lainnya dialokasikan untuk pencegahan dan lain-lainnya.

Jika akhirnya alokasi untuk penanganan kesehatan hanya kisaran Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per bulan per orang, Prijo yakin nanti banyak dokter umum yang memilih merujuk pasiennya ke rumah sakit umum. "Jika ini yang terjadi, kembali lagi seperti Jamkesmas. Bukan BPJS," tutur Prijo.

Prijo menegaskan, inti dari adanya program BPJS ini nantinya adalah berdirinya klinik-klinik BPJS. Klinik ini dipimpin seorang dokter umum atau dokter gigi umum. Nah, di klinik-klinik inilah para dokter tadi memiliki peran utama. Yaitu menjalankan fungsi pengobatan (kuratif) dan pencegahan (preventif).

Dia juga khawatir muncul dampak lain jika iuran atau premi BPJS tetap diputuskan Rp 22 ribu per bulan per orang. Dampak lain ini adalah, dokter tidak akan mau ditunjuk menjadi nahkoda klinik BPJS. "BPJS ini tidak bisa berjalan tanpa adanya klinik BPJS. Klinik BPJS tidak bisa berdiri jika tidak ada dokternya," papar Prijo.

Prijo lantas menghitung jika premi atau iuran BPJS itu ditetapkan sebesar Rp 22 ribu per bulan per orang, maka rata-rata dokter hanya memperoleh pendapatan sebesar Rp 5 juta per bulan. Prijo mengatakan, pendapatan seperti ini tidak masuk akal jika dibandingkan dengan biaya kuliah untuk menjadi dokter.

IDI sendiri memiliki perhitungan sendiri terkait dengan besaran premi tersebut. Prijo mengatakan, pihaknya menghitung premi atau iuran BPJS yang wajar adalah Rp 60 ribu per bulan per masyarakat. Dengan nominal ini, alokasi pembiayaan untuk penanganan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat lumayan besar. Bisa mencapai Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per bulan per orang.

Prijo berharap mumpung pembahasan premi ini belum final, pemerintah harusnya mengkaji ulang nominal premi Rp 22 ribu per bulan per orang tadi. Dia juga berharap, pemerintah melibatkan IDI, sebagai induk organisasi profesi dokter, dalam membahas premi BPJS.

Sementara itu, pemerintah memang telah menyatakan telah menetapkan jumlah premi penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan BPJS sebesar Rp22.201 orang per bulan. Menurut rencana, iuran tersebut akan diperuntukkan bagi 96,4 juta jiwa. "Maka dari itu untuk tahun 2014, pemerintah perlu menyediakan anggaran sebesar Rp 25,68 triliun,"ujar Menkokesra Agung Laksono.

Agung memaparkan, sebenarnya ada tiga skenario besaran iuran per orang  bagi para penerima iuran. Skenario pertama adanya kenaikan moderat menjadi sebesar Rp19.286 per orang per bulan. Sementara skenario kedua adalah skenario kenaikan tinggi (utilisasi meningkat 110 persen dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014) menjadi Rp22.201 per orang per bulan. Skenario terakhir adalah usulan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional sebesar Rp27ribu per orang per bulan.

"Kami sepakat tentukan skenario kedua Rp22.201. Kami sudah perhitungkan semuanya untuk keperluan dan komponen-komponennya. Dari jumlah itu sudah mencangkup biaya obat, RS (Rumah Sakit), dokter, rawat inap, ICU, ICCU, akomodis dan penyesuaian lainnya. Ini sudah mencover seluruh provider. Layanan ini jauh lebih baik dari yang sekarang ini," paparnya.

Terkait penerima bantuan, Agung memaparkan, yang berhak  adalah fakir miskin dan penduduk tidak mampu dengan kriteria, cara pendataan dan penetapan mengacu pada ketentuan berlaku dari UU Nomor 13 tahun 2011 tentangan penanganan fakir miskin. Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan presentase dari upah atau jumlah nominal tertentu. (wan/ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenag Akui Peredaran Alquran Salah Cetak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler