Para Hakim Perlu Ditatar soal Bahaya Narkoba

Jumat, 05 Oktober 2012 – 21:01 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsy, menyayangkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang membebaskan produsen narkoba, Hengky Gunawan dari hukuman mati. Menurut Aboebakar, putusan PK itu akan mengundang kecurigaan masyarakat yang sudah terlanjut mengapresiasi putusan majelis kasasi yang menjatuhkan hukuman mati atas Hengky.

"Saya hormati keputusan hukum yang dikeluarkan oleh MA soal pembatalan hukum mati produsen narkoba, dan sepertinya memang sudah final, karena ini adalah putusan PK. Namun saya sangat menyayangkan putusan majelis PK tersebut, ini menyelisihi rasa keadilan masyarakat," kata Aboebakar, Jumat (5/10).

Abu -sapaan Aboebakar- menilai putusan PK itu akan berdampak serius pada generasi muda Indonesia. Sebab, tegasnya, produsen adalah pangkal dari distribusi narkoba.

"Seharusnya kan diberantas dari sini. Bukankah produsen seharusnya lebih bertanggung jawab dari pada sekedar pengecer dan bandar?" ujarnya.

Lebih lanjut Abu mengatakan, para hakim agung yang memutus Hengky dalam PK telah mengabaikan jumlah korban narboba yang mencapat 3,8 juta pecandu, serta puluhan juta orang yang berpotensi menjadi korban. "Sepertinya persoalan narkoba masih dianggap sebagai persoalan yang sepele, padahal bangsa ini kan sudah darurat narkoba," kata Ketua DPP PKS itu.

Karenanya Abu menyarankan Badan Narkotika Nasional (BNN) memberikan sosialisasi kepada para hakim agar dapat memahami bahaya narkoba. "Termasuk untuk para hakim agung, sehingga setiap putusan yang diberikan berkaitan dengan narkoba telah mendapatkan pertimbangan yang matang. Utamanya untuk memberikan perlindungan hukum untuk masyarakat yang menjadi potential victim," pungkasnya.

Seperti diketahui, Hengky Gunawan ditangkap 23 Mei 2006 di Surabaya karena diduga memroduksi dan mengedarkan ekstasi dalam jumlah besar. Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Hengky. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jawa Timur memerberat hukuman menjadi 18 tahun penjara.

Di tingkat kasasi hukuman dimaksimalkan menjadi hukuman mati. Tetapi hukuman mati ini dianulir MA melalui putusan Peninjauan Kembali (PK), dan mengubahnya menjadi hukuman 15 tahun penjara. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terbelit Kredit Macet, Gugat UU Perbankan Syariah ke MK

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler