Parpol Jangan Usung Kutu Loncat di Pemilukada

Minggu, 14 Oktober 2012 – 18:35 WIB
JAKARTA - Partai politik diingatkan agar berhati-hati dalam mengusung calon di pemilukada, yang bukan berasal dari kader sendiri. Terlebih, calon yang diusung itu merupakan kader baru, yang baru loncat dari partai lain.

Pengamat politik dari UGM Yogyakarta, Arie Sudjito mengatakan, pencalonan kader kutu loncat hanya akan menciptakan ketidaksolidan partai tersebut. Dikatakan, kader kutu loncat cenderung merusak sistem kaderisasi dan konsolidasi partai itu sendiri.

Menurutnya, praktek kutu loncat politik adalah bentuk pragmatisme politik. Bentuk pola jalan pintas dalam proses kaderisasi.

"Parpol kan  ibarat kendaraan dan mereka yang mudah berpindah partai itu, memperlakukan parpol sekadar administrasi saja bukan pertimbangan ideologi atau  nilai-nilai serta platform. Logika yang  mereka kembangkan adalah transaksional, maka mereka dengan mudah berpindah-pindah perahu," kata Arie kepada wartawan, Minggu (14/10).

Contoh kader kutu loncar adalah Dede Jusuf.  Dia merupakan kader PAN, tapi menjelang pemilihan gubernur Jabar tahun depan, Dede loncat ke Partai Demokrat. Padahal, dia bisa menjadi wagub Jabar karena diusung PAN bersama PKS yang mengusung Ahmad Heryawan kala itu.

Dede bisa dikatakan tak mempunyai loyalitas pada partai yang membesarkannya. Atau dalam bahasa sederhana, tanggung jawab politiknya minim. "Ya seperti tak punya beban tanggung jawab," katanya.

Arie memprediksi, keputusan Demokrat yang menetapkan Dede yusuf sebagai cagub di pilgub mendatang, bakal memicu ketidaksolidan partai. Ini lantaran sudah pasti ada kader-kader asli Demokrat yang ingin maju sebagai cagub. Kader asli akan merasa sakit hati karena tergeser oleh kader anyar.

"Itu sudah terbukti saat Pilpres 2004, saat Golkar mengusung Wiranto sebagai capres, setelah menang konvensi," kata dia. Wiranto, yang tak berkeringat memenangkan Golkar dalam pemilu legislastif, tiba-tiba lewat konvensi menyingkirkan kader lama yang telah berjuang keras berjibaku memenangkan pemilu. Pada akhirnya, dukungan pada Wiranto tak solid. Perolehan suaranya pun jeblok, karena tak didukung penuh. Hal yang sama bisa terjadi di Demokrat yang nekad mengusung Dede Yusuf di pilgub Jabar.

Arie menyarankan agar partai-partai membangun tradisi pangkaderan yang baik dan sistematis. Tidak langsung mencomot kader pendatang baru atau instan. Partai harus menjadi pabrik penghasil calon pemimpin yang benar-benar dibina, dipupuk dari awal.

Pendapat senada diungkapkan Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens. Menurut Boni,  fenomena kutu loncat politik, baik dalam pemilu legislatif, dan pemilihan kepala daerah adalah  bukti telanjang, bahwa panggung politik tidak berbeda dengan ajang bisnis. Bahkan Boni dengan nyinyir menyebut politik sama dengan bursa lowongan kerja. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rakernas PDIP Kenang Ondos dengan Patung Soekarno

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler