jpnn.com, JAKARTA - Presiden Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Cipta Kerja atau Ciptaker, Senin (2/11).
Salinan UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman tersebut telah resmi diunggah di situs Setneg.go.id sehingga bisa diakses publik.
BACA JUGA: UU Cipta Kerja Sudah Diteken Jokowi dan Dinomori, tetapi Masih Ada Tipo Seperti Ini
Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Bukhori Yusuf menilai keputusan Presiden Jokowi menandatangani UU yang kemudian diberi nomor menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020, tersebut tidak lepas dari unsur gegabah.
Pasalnya, dalam UU yang sudah terlanjur diteken tersebut, FPKS masih menemukan kejanggalan.
BACA JUGA: UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Resmi Berlaku
Salah satunya pada Pasal 6, yang di media sosial juga jadi omongan.
“Pasal 6 semestinya merujuk pada Pasal 5 Ayat (1) sebagaimana dinyatakan dalam redaksionalnya. Namun, rujukan sebagaimana dimaksud di Pasal 6 tidak ada karena di Pasal 5 tidak memiliki ayat sama sekali. Lantas, maksudnya merujuk ke mana?" ungkapnya, Selasa (3/11).
BACA JUGA: Bukhori PKS: Waspada Pasal Karet di UU Cipta Kerja
Sebagai informasi, berikut redaksional pasal tersebut:
Pasal 5 berbunyi, "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."
Pasal 6 berbunyi, "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;
c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Anggota Komisi VIII DPR ini menegaskan, temuan tersebut makin menguatkan fakta bahwa proses penyusunan UU Ciptaker sangat bermasalah.
Menurutnya, penyusunan RUU yang dilakukan secara tergesa-gesa berakibat pada pembentukan produk hukum yang cacat.
Ia pun menyesalkan bila dalam implementasinya, regulasi tersebut kemudian berdampak negatif pada kelangsungan hidup rakyat.
“Sebelumnya, Kemensetneg secara sepihak telah mengubah UU yang semestinya sudah tidak boleh diubah karena bukan kewenangannya. Lalu, apa UU ini akan diubah lagi setelah diteken? Tidak semestinya barang cacat diberikan untuk rakyat, bukan?” paparnya.
Bukhori melanjutkan, UU ini tidak menimbulkan multitafsir dalam implimentasinya mengingat pihak yang akan paling terdampak akibat regulasi ini adalah rakyat.
"Di sisi lain, publik juga perlu mengawasi apakah UU Ciptaker ini sejalan dengan amanat UUD 1945 atau justru sebaliknya, pungkasnya. (boy/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Boy