Jumlah properti yang ditawarkan di pasar Australia saat ini tercatat paling rendah dalam 12 tahun terakhir. Sementara aktivitas pembangunan apartemen baru masih terus berlangsung, menyebabkan munculnya fenomena "apartemen hantu".
Perlambatan pasar properti paling terasa di Sydney dan Melbourne. Di kedua kota ini, jumlah unit yang ditawarkan berkurang sekitar 30 persen dibandingkan pada saat masa puncak.
BACA JUGA: Kanada Larang Penggunaan Sedotan Plastik Tahun 2021
Jumlah listing properti yang ada di pasar secara nasional juga menurun sebesar 20 persen.
Penurunan ini telah berdampak langsung pada pemasukan negara bagian New South Wales (NSW) dan Victoria dari sektor materai untuk transaksi jual-beli properti (stamp duty).
BACA JUGA: China Perluas Larangan Terhadap Situs Berita Australia
Data tahunan yang dikumpulkan setiap akhir Mei oleh analis industri CoreLogic menunjukkan jumlah listing di Brisbane, Canberra dan Perth juga menurun setahun terakhir ini.
Namun di beberapa kota lain pasar properti masih lebih positif, seperti yang terjadi di Adelaide, Hobart dan Darwin.
BACA JUGA: Protes Pemerintah, Remaja Arab Saudi Hadapi Hukuman Mati
Infographic: New property listings (Source: Corelogic)
Perlambatan itu terasa hingga di wilayah pinggiran kota seperti di daerah Yarraville, di bagian barat Melbourne.
Seorang investor properti di sini, Dana Sawyer, mengaku menghabiskan $ 30.000 untuk renovasi rumah tiga kamarnya yang ditawarkan ke pasar seharga $ 800.000 hingga $ 850.000 (sekitar Rp 9 miliar).
Sampai saat ini rumah milik Sawyer belum juga ada peminatnya. "Semua orang kelihatannya gugup; sepertinya enggan melakukan apa pun," katanya seperti dilaporkan wartawan ABC Liz Hobday dan Alex McDonald.
Agen real estat setempat Adam Welling membenarkan bahwa para calon pembeli properti di Melbourne kini bersikap enggan melakukan pembelian.
Akibatnya, kata Welling, para pemilik pun saat ini bersikap menunda untuk menjual properti mereka.
"Banyak penjual khawatir rumah mereka tidak akan laku kalau dilepas ke pasar, sebab para pembeli enggan melakukan pembelian," katanya.
Kondisi yang sama terjadi di Sydney. Pasangan pensiunan Tom dan Larissa Bergmann mengaku menunda rencana menjual properti mereka karena pasar yang lesu.
Rumah mereka di dekat Botany Bay telah ditempati selama lebih dari 20 tahun.
"Ketika pertama kali pindah ke sini, harga rumah terus mengalami kenaikan," kata Larissa Bergmann kepada Program 7.30 ABC.
Rumah mereka terbilang besar lengkap dengan taman. Pasangan yang sudah berusia 70-an ini mempertimbangkan pindah ke rumah yang lebih kecil (downsize).
Tapi kondisi pasar saat ini membuat mereka tidak berharap bisa mewujudkan impiannya dalam waktu dekat.Pembangunan terus berlanjut
Di tengah lesunya pasar properti di Melbourne dan Sydney, pembangunan apartemen baru terus berlanjut. Hal itu semakin memperparah kondisi pasar.
Menurut agen data properti SQM Research, tingkat kekosongan sewa di Sydney mencapai 3,4 persen bulan lalu atau tingkat tertinggi sejak 2005.
Tingkat kekosongan apartemen di City of Sydney dan City of Parramatta - area dengan kepadatan bangunan apartemen sangat tinggi - masing-masing mencapai 5,4 persen dan 3,7 persen.
Data yang ada menunjukkan 54.000 apartemen baru yang dibangun di Sydney selama 2018 dan 2019 akan siap dihuni akhir tahun ini, menyebabkan kelebihan pasokan.
Ekonom dari My Housing Market Andrew Wilson menjelaskan kondisi ini telah menciptakan apa yang dikenal sebagai fenomena "apartemen hantu" (ghost tower apartments).
"Kita telah mengalami booming apartemen besar-besaran di Sydney, dan sekarang berada di puncaknya," kata Dr Wilson kepada wartawan ABC Nick Sas. Photo: Apartemen dengan dua kamar tidur di pinggiran Kota Sydney kini dijual hingga sekitar Rp 9 miliar per unit. (ABC News: Nick Sas)
Dia menambahkan, kondisi lesu ini juga lebih diperparah lagi dengan kurangnya penyewa apartemen-apartemen tersebut.
"Semua faktor ini memunculkan gedung-gedung apartemen kosong," jelas Dr Wilson.
CEO SQM Research Louis Christopher secara terpisah menjelaskan faktor lain yang mendorong terciptanya fenomena "apartemen hantu" yaitu tindakan investor asing membeli properti untuk disimpan saja, menunggu harga naik lalu melepasnya.
"Seperti membeli sebatang emas," katanya. "Mereka membeli lalu menyimpannya."
Menurut Christopher beberapa investor memang lebih suka membiarkan propertinya kosong sehingga lebih mudah menjualnya kembali ketika kondisi pasar berubah.
Pemerintah sebenarnya telah berusaha mengatasi situasi ini. Pada Desember 2017, Pemerintah Federal mulai mengenakan pajak atas apartemen milik asing yang dibiarkan kosong atau hanya disewa kurang dari enam bulan dalam setahun.
Namun, aturan ini hanya berlaku bagi properti yang dibeli setelah Mei 2017 ketika booming properti di Sydney sudah lewat.
Pengembang apartemen terbesar di Sydney, Meriton, mengatakan fenomena "apartemen hantu" tidak menjadi masalah.
Perusahaan ini malah menuding masalah terbesar justru lahan luas yang dapat dikembangkan karena faktor birokrasi.
Pengembang lainnya, Dyldam, yang fokus di wilayah Sydney barat kepada ABC mengatakan pihaknya tetap melakukan pembangunan di wilayah itu.
Tiga dari empat bangunan apartemen mereka, terdiri atas 279 unit, sekarang sudah rampung dan telah "dihuni". Photo: Bank sentral Australia (RBA) menurunkan tingkat suku bunga menjadi 1,25 persen. (ABC News: Alistair Kroie)
Pengamat properti Trent Wiltshire juga melihat situasi sudah menunjukkan tanda-tanda membaik.
Dia merujuk tindakan bank sentral RBA menurunkan suku bunga pinjaman belum lama ini.
Namun dia mengakui catatan penjualan di lembaganya menunjukkan awal tahun 2019 jumlah transaksi perumahan mencapai level terendah dalam dua dekade.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Spesimen Emas Terbesar Ditemukan Lagi di Australia Barat