jpnn.com - JAKARTA - Dugaan adanya oknum penyelenggara yang meminta uang untuk memanipulasi suara hasil pemilu legislatif, semakin menguat. Bahkan harganya tidak main-main, ada yang mematok harga hingga Rp 1,5 miliar di tingkat panitia pemungutan suara (PPS) pada kelurahan/desa.
"Saya juga dilapori ada yang minta Rp 1,5 miliar. Tapi PPS mana, namanya siapa, kami harus memulainya (penyelidikan) dari bawah," ujar Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman di Jakarta, Senin (14/4).
BACA JUGA: Ogah Mundur dari Kursi Gubernur, Jokowi tak Mau Rugi
Arief berjanji pihaknya tidak akan menutup mata dengan banyaknya laporan-laporan yang masuk. Baik secara resmi ke KPU, maupun secara pribadi kepada dirinya lewat layanan telepon genggam.
"SMS banyak tanpa identitas, ke saya. Harganya sekian-sekian. (Kalau tanpa identitas) kan kita tidak bisa klarifikasi. Penyelenggara pemilu di tingkat manapun, kalau dia melakukan pelanggaran dan itu terbukti, penting itu, maka harus diproses hukum sesuai dengan ketentuan berlaku," katanya.
BACA JUGA: Masih Evaluasi, Demokrat Tak Mau Buru-Buru Koalisi
Saat ditanya sanksi yang dapat dijatuhkan, Arief menyatakan perlu dilakukan penelusuran terlebih dahulu sesuai tingkat pelanggaran.
Kalau temuan memerlihatkan perbuatan seorang oknum penyelenggara masuk ranah pelanggaran administrasi, maka KPU dapat menjatuhkan sanksi administrasi sesuai rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
BACA JUGA: PDIP Amankan 3 Kursi di Dapil Jatim 1
Namun jika temuan masuk ranah pidana pemilu, dapat dijatuhi sanksi pidana penjara hingga satu tahun.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diprediksi 10 Caleg Perempuan Ini Lolos
Redaktur : Tim Redaksi