PBB Endus Rencana Jahat Militer Myanmar, Warga Sipil Dalam Bahaya

Jumat, 08 Oktober 2021 – 23:14 WIB
Warga menangis histeris saat menghadiri pemakaman Khant Nyar Hein, mahasiswa kedokteran berusia 17 tahun yang tewas tertembak saat aparat keamanan melakukan tindakan keras ditengah aksi unjuk rasa menentang kudeta di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/AWW/djo

jpnn.com, JENEWA - Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kekhawatiran tentang kemungkinan militer Myanmar menyiapkan serangan terhadap lawan-lawannya dalam waktu dekat, di tengah penumpukan senjata dan pengerahan pasukan di daerah-daerah yang jaringan internetnya dimatikan.

Juru bicara PBB untuk HAM Ravina Shamdasani pada Jumat mengatakan bahwa pihaknya telah mendokumentasikan serangan intensif oleh tentara Myanmar dalam sebulan terakhir di negara bagian Chin dan daerah-daerah lain.

BACA JUGA: Menlu Retno Tak Melihat Iktikad Baik Militer Myanmar, Saatnya ASEAN Main Kasar?

Tentara pemerintah tidak segan-segan melakukan pembunuhan dan pembakaran rumah, dalam upaya mencari pemberontak bersenjata.

"Apa yang telah terjadi sekarang dalam beberapa hari terakhir, kami telah melihat penguatan yang nyata, pengerahan besar senjata berat dan pasukan di daerah-daerah ini," kata Shamdasani dalam pengarahan PBB di Jenewa, merujuk pada kota-kota di Chin yaitu Sagaing dan Magway.

BACA JUGA: Indonesia Kirim Bantuan Alkes Senilai Rp 2,9 M ke Myanmar

Kekerasan dan penumpukan senjata telah menyebabkan Kepala Kantor HAM PBB Michelle Bachelet menjadi sangat takut dan khawatir bahwa mungkin ada serangan yang akan segera terjadi, serangan yang sangat serius terhadap penduduk sipil.

Dua perwira tinggi Myanmar telah dikerahkan ke daerah itu, kata dia.

BACA JUGA: Militer Myanmar Bawa Kabar Gembira untuk Semua Muslim Rohingya

Seorang juru bicara junta belum menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta 1 Februari yang dipimpin oleh panglima militer Min Aung Hlaing.

Kudeta itu mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif di bawah pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi.

Kembalinya kekuasaan militer Myanmar telah memicu kemarahan di dalam dan luar negeri.

Shamdasani mendesak negara-negara berpengaruh untuk bertindak mencegah pelanggaran hak asasi manusia yang lebih serius.

Dia mengutip perkiraan dari organisasi lokal bahwa 1.120 orang telah tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan terhadap aksi pemogokan dan protes prodemokrasi yang terjadi di Myanmar sejak Februari.

Junta mengatakan bahwa perkiraan itu dilebih-lebihkan dan anggota pasukan keamanannya juga tewas. (ant/dil/jpnn)

 

Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler