"Saya tahu usul ini pasti akan ditentang oleh pihak yang mendewakan kebebasan berekspresi, sekalipun sudah terbukti ekspresi yang mengandung penistaan agama telah mengakibatkan keonaran, ketidaktertiban, serta perpecahan di tengah masyarakat, maupun antarbangsa dan negara," kata Slamet Effendy Yusuf di Jakarta, Senin (24/9).
Menurut Ketua MUI Pusat ini, protokol antipenistaan agama diperlukan guna mengatur secara jelas mengenai batasan kebebasan, khususnya kebebasan berekspresi, dapat dijaga, bersamaan dengan tetap menjunjung tinggi kesucian dan kemuliaan agama.
"Karena itu, dalam protokoler tersebut harus diterangkan secara jelas batas kreativitas berekspresi agar tidak menyentuh hal-hal yang sensitif yang dapat merusak bukan saja kesucian agama, tapi juga tatanan dan kondisi hubungan antarmanusia atau kemanusiaan," harapnya.
Selain itu lanjutnya, juga harus dipertegas kewenangan negara untuk mengambil tindakan atas setiap karya yang menistakan agama. Dengan begitu tidak akan terjadi lagi ada negara yang tidak bisa berbuat apa-apa, sementara ekses karya itu sudah membawa kerusakan yang luar biasa.
"Jadi, apapun hasilnya, Presiden SBY harus menyampaikan usul itu di depan sidang umum PBB. Sebab, ini akan menjadi awal perjuangan panjang. Jangankan protokol antipenistaan agama, protokol Kyoto yang mengatur pemeliharaan lingkungan hidup saja masih ditolak oleh negara superpower tertentu," imbuh bekas Ketua Umum GP Ansor ini.
Dikatakan, kalau Presiden SBY menyampaikan hal ini di PBB, pasti akan memperoleh simpati luas dari masyarakat Indonesia serta masyarakat internasional yang mencintai dan mengharmoni perdamaian dunia. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sambangi KPK, Dipo Dituding Cari Muka
Redaktur : Tim Redaksi