PDIB: Pelonggaran PSBB Berimbas pada Kekebalan Kelompok

Senin, 18 Mei 2020 – 06:00 WIB
Ilustrasi COVID-19. Foto: Pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu (PDIB) dr James Allan Rarung mengatakan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan bermanifestasi terjadinya "herd immunity" (kekebalan kelompok) di tengah masyarakat saat pandemi COVID-19.

Pelonggaran PSBB itu terkait pemerintah mengizinkan warga berusia 45 tahun ke bawah untuk kembali bekerja.

BACA JUGA: Update Corona 17 Mei: Enam Provinsi Ini Tidak Ada Penambahan Pasien Positif Covid-19

"Tentu saja efek samping dari 'herd immunity' adalah bagi individu dalam populasi tersebut lemah, maka akan sakit dan bahkan meninggal," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Minggu (17/5).

Ia menjelaskan "herd immunity" adalah suatu aktivitas yang menyebabkan munculnya kekebalan terhadap suatu infeksi penyakit menular atau virus di antara individu dalam suatu populasi manusia atau masyarakat.

BACA JUGA: Seorang PDP Covid-19 Lompat dari Lantai Empat RS Hermina

"'Herd Immunity' secara umum adalah 'membiarkan' suatu populasi penduduk untuk terpapar virus sehingga terbentuk antibodi," katanya.

Diharapkan dengan dibiarkannya populasi tersebut beraktivitas seperti biasa atau tidak diisolasi di tengah adanya wabah, kata dia, maka pada ambang batas tertentu akan muncul kekebalan pada populasi tersebut terhadap wabah yang sedang berlangsung.

BACA JUGA: Polisi Belum Pastikan Pasien Hermina Melompat untuk Kabur

Menurut dia diharapkan dengan meningkatnya kekebalan tersebut di tengah masyarakat, maka akan menyebabkan turunnya tingkat infeksi atau berkurangnya penyebaran wabah tersebut sehingga akan melindungi populasi dari infeksi baru.

Untuk mencapai hal ini, maka persentase terbentuknya kekebalan pada populasi tersebut kurang lebih 70 persen.

Adapun kurang lebih 30 persen akan rentan atau menjadi efek samping yang berpeluang untuk menderita sakit yang bergejala.

Ia mengatakan pelonggaran PSBB bagi pekerja berusia 45 tahun ke bawah memang sangat berisiko tinggi terpapar infeksi COVID-19.

Dia menyakini hal itu juga diperhitungkan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, apabila keputusan pelonggaran PSBB itu akan dijalankan, maka harus dibuat jaring pengaman yang ketat dalam bentuk aturan lanjutan.

Aturan tersebut antara lain para pekerja usia 45 tahun ke bawah itu harus dalam kondisi yang sehat, dan kesehatannya terus dimonitor.

Selain itu, kata dia, di tempat kerja harus ada sistem penanganan apabila ternyata saat bekerja pekerja berusia 45 tahun ke bawah ada yang bergejala sakit dan tercurigai terinfeksi COVID-19.

"Harus terus dimonitor dengan pemeriksaan 'rapid test' dan dilanjutkan dengan 'swab' untuk polymerase chain reaction (PCR) apabila positif," katanya.

Setelah pulang kerja dan berada di rumah, kata dia, protokol kesehatan terkait pencegahan COVID-19 wajib dijalankan dengan ketat, yakni menghindari kontak langsung dengan anggota keluarga atau yang tinggal serumah di mana kondisi mereka rentan terinfeksi, terutama yang menderita sakit kronis dan komorbid serta anak kecil yang sakit dan daya tahan tubuhnya menurun.

Ia menegaskan aturan lanjutan dan protokol ketat itu sangat penting dilakukan.

Sebab, pelonggaran PSBB untuk pekerja usia 45 tahun ke bawah akan meningkatkan risiko orang tanpa gejala meskipun sudah terinfeksi, di mana mereka akan menjadi "carrier" atau agen pembawa yang dapat menularkan kepada orang yang sakit dan atau memiliki komorbid.

"Jadi apabila tidak terelakkan keputusan ini dijalankan oleh pemerintah, maka protokol kesehatan terkait penanganan COVID-19 ini tetap terus dijalankan dengan ketat dan mau tidak mau harus diperbanyak skrining yang dilakukan sekaligus perbanyak pemeriksaan definitif yakni tes swab untuk PCR," katanya.

James mengatakan biaya untuk skrining dan tes swab itu jangan ditanggungkan kepada masyarakat sehingga tidak menambah masalah baru bagi masyarakat berupa beban biaya untuk membayar pemeriksaan tersebut.

"Pemerintah harus menyediakan dan menjamin hal ini berjalan secara kontinyu," katanya.

Dia menyarankan pemerintah harus melengkapi dan menambah sarana prasarana pelayanan kesehatan, baik puskesmas, klinik dan rumah sakit untuk mengantisipasi melonjaknya pasien positif COVID-19 yang secara prediksi akan meningkat pada fase awal kebijakan itu dijalankan.

Jadi, kata dia, aktivitas sosial masyarakat harus bertahap dikembalikan seperti sediakala dan tentunya protokol hidup sehat untuk mencegah semua penyakit menular, termasuk infeksi COVID-19 harus dijadikan pola keseharian dalam hidup.

Di samping itu, pemerintah dan semua pihak terkait diharapkan secara konsisten dan terus-menerus melakukan "up grade" sistem pelayanan dan sarana penunjang pelayanan kesehatan sehingga semakin tangguh menangani COVID-19 dan penyakit-penyakit lainnya, demikian James Allan Rarung. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fajar W Hermawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler