JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani mengatakan pemerintah telah bertindak konyol terhadap rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Hanya karena alasan penyelamatan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), pemerintah rela mengorbankan rakyatnya.
Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah merasa APBN akan terselamatkan dari jurang ke-inefisensi-an. Kenaikan harga BBM kata Dewi, dianggap akan mampu menghemat pengeluaran sebesar Rp 38-55 Triliun.
"Namun mungkin perlu diingatkan kembali, nyatanya tanpa sedikitpun berhubungan dengan harga dan subsidi BBM, instansi-instansi pemerintah kerap menyerap anggaran setiap akhir tahun tiba," ujar Dewi dalam keterangan pers, Selasa (16/4).
Politikus PDIP menerangkan awal Desember 2011, Kementerian Keuangan menyatakan potensi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2011 mencapai Rp 20 sampai 30 triliun jika realisasi defisit anggaran berada di kisaran 1,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto.
SILPA 2011 akan menambah akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang hingga saat itu berada di kisaran Rp 97 triliun. Pada 2010 pun demikian, APBN Indonesia mengalami kelebihan Rp 47 triliun yang berasal dari SILPA.
"Data tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sangat tidak efisien dalam menggunakan APBN. Uang kelebihan sebanyak itu, bukankah masih dapat dialokasikan untuk subsidi? Lantas masihkah pantas pemerintah berkata “BBM harus naik agar APBN selamat”?" ucapnya.
ââ¬â¹Politisi PDI Perjuangan tersebut menilai, kebijakan kenaikan BBM tidak dapat disebut sebagai kebijakan yang memenuhi asas keadilan. Padahal dalam kebijakan publik, keadilan seharusnnya menjadi preferensi utama, terlebih dalam masyarakat plural seperti Indonesia.
"Teori Utilitarian berbicara mengenai memaksimalkan jumlah kebahagiaan terbesar bagi seluruh masyarakat dengan cara menghambat sifat egois individu dengan legislasi serta kesadaran bahwa manusia hidup dalam satu tubuh sosial.
Sayangnya, pemerintah kita tidak melakukan itu. Betapa harus disadari bahwa kebijakan kenaikan BBM tidak lebih hanya akan menganggu kestabilan akan keadilan di Indonesia," tuturnya.
Rakyat kata dia, berhak menolak kenaikan BBM dan sudah seharusnya pemerintah berpikir ulang dan lebih jujur mengenai alasan-alasan jebolnya APBN yang sesungguhnya. "Jelas-jelas bukan karena adanya subsidi untuk rakyat," tandasnya. (gil/jpnn)
Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah merasa APBN akan terselamatkan dari jurang ke-inefisensi-an. Kenaikan harga BBM kata Dewi, dianggap akan mampu menghemat pengeluaran sebesar Rp 38-55 Triliun.
"Namun mungkin perlu diingatkan kembali, nyatanya tanpa sedikitpun berhubungan dengan harga dan subsidi BBM, instansi-instansi pemerintah kerap menyerap anggaran setiap akhir tahun tiba," ujar Dewi dalam keterangan pers, Selasa (16/4).
Politikus PDIP menerangkan awal Desember 2011, Kementerian Keuangan menyatakan potensi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2011 mencapai Rp 20 sampai 30 triliun jika realisasi defisit anggaran berada di kisaran 1,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto.
SILPA 2011 akan menambah akumulasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang hingga saat itu berada di kisaran Rp 97 triliun. Pada 2010 pun demikian, APBN Indonesia mengalami kelebihan Rp 47 triliun yang berasal dari SILPA.
"Data tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sangat tidak efisien dalam menggunakan APBN. Uang kelebihan sebanyak itu, bukankah masih dapat dialokasikan untuk subsidi? Lantas masihkah pantas pemerintah berkata “BBM harus naik agar APBN selamat”?" ucapnya.
ââ¬â¹Politisi PDI Perjuangan tersebut menilai, kebijakan kenaikan BBM tidak dapat disebut sebagai kebijakan yang memenuhi asas keadilan. Padahal dalam kebijakan publik, keadilan seharusnnya menjadi preferensi utama, terlebih dalam masyarakat plural seperti Indonesia.
"Teori Utilitarian berbicara mengenai memaksimalkan jumlah kebahagiaan terbesar bagi seluruh masyarakat dengan cara menghambat sifat egois individu dengan legislasi serta kesadaran bahwa manusia hidup dalam satu tubuh sosial.
Sayangnya, pemerintah kita tidak melakukan itu. Betapa harus disadari bahwa kebijakan kenaikan BBM tidak lebih hanya akan menganggu kestabilan akan keadilan di Indonesia," tuturnya.
Rakyat kata dia, berhak menolak kenaikan BBM dan sudah seharusnya pemerintah berpikir ulang dan lebih jujur mengenai alasan-alasan jebolnya APBN yang sesungguhnya. "Jelas-jelas bukan karena adanya subsidi untuk rakyat," tandasnya. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Fokus Garap Suara di Pedesaan
Redaktur : Tim Redaksi