"Malah sudah ada parpol lain yang menghubungi, tanya bisa nggak menjadi wakil gubernur (pasangannya, Red)," kata Ganjar di gedung DPR Rabu (26/9).
Wakil ketua Komisi II DPR itu mengatakan, PDIP memiliki mekanisme internal yang baku. Setelah proses administrasi di DPD Jawa Tengah tuntas, hasilnya diserahkan ke DPP. "DPP akan melakukan fit and proper test, baru rekomendasi turun," ujar Ganjar.
Mengapa mendadak ingin maju dalam pilgub Jateng? "Jawa Tengah itu lumbung suaranya PDIP," jawabnya.
Namun dalam tiga pilkada terakhir, lanjut dia, PDIP selalu mencalonkan tokoh eksternal berlatar belakang tentara. "Bukan yang dari awal PDIP," kata Ganjar.
Dimulai dari Mardiyanto yang menjadi gubernur Jateng dua periode, 1998-2003 dan 2003-2008. Setahun menjelang berakhir masa jabatannya, Mardiyanto ditarik Presiden SBY menjadi Mendagri (2007-2009).
Setelah itu, PDIP mengusung Bibit Waluyo yang berpasangan dengan Rustriningsih dan terpilih sebagai gubernur Jateng periode 2008-2013. Namun, muncul persoalan loyalitas saat Pilpres 2009. Bibit Waluyo dianggap tidak "berjuang" untuk memenangkan Megawati yang maju sebagai capres.
"(Bibit Waluyo, Red) nggak mau kampanye. Akibatnya, kalah pilpres. Makanya, arus bawah, kali ini, maunya milih kader sendiri," kata pria yang lahir di Karanganyar, 28 Oktober 1968, itu.
Rasa percaya diri itu muncul bukannya tanpa alasan. Saat Pilgub Jateng 2008, Bibit Waluyo dan Rustriningsih hanya didukung PDIP.
Rustriningsih sendiri juga hendak maju sebagai cagub. Meski begitu, Ganjar tidak merasa tengah terjadi "kompetisi besar" dengan Rustriningsih. "Begitu partai membuat keputusan, psikologi partai ini langsung mengerucut," tegasnya.
Apakah bersedia kalau diputuskan sebagai cawagub? "Begitu sudah masuk dalam kontestasi, apa pun yang diputuskan parpol harus diterima. Cuma saya melamarnya cagub," jawab Ganjar lantas tersenyum. (pri/c2/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasil Rekap Suara, Foke-Nara Keok di Lima Kota
Redaktur : Tim Redaksi