Keberatan yang disampaikan F-PDIP dalam buku kecil ini adalah mengenai pasal 8 ayat 10 dalam UU APBN 2013. Dalam buku tersebut, fraksi yang dipimpin Puan Maharani, itu menduga pasal tersebut sebagai operasi senyap pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi pada 2013.
Pasal 8 ayat 10 UU APBN 2013, berisi "Belanja Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan untuk mengantisipasi deviasi realisasi asumsi ekonomi makro, dan/atau perubahan parameter subsidi, berdasarkan kemampuan keuangan negara."
Sedangkan, pasal 8 ayat 1 menyatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan bahan bakar gas (LPG) tabung 3 kilogram dan liquefied gas for vehicle (LGV) TA 2013 direncanakan sebesar Rp193,805213 triliun.
Ayat 2 menyatakan subsidi listrik tahun anggaran 2013 direncanakan sebesar Rp80,93779 triliun. PDIP juga menyertakan alasan mereka memertanyakan pasal yang dianggap rawan "diplintir" demi kepentingan penguasa tersebut.
Di dalam buku, dijelaskan bahwa pasal itu memangkas hak budgetting DPR, melanggar asas transparansi keuangan negara, melanggar asas pembentukan UU, dan patut diduga sebagai senjata bagi Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada 2013.
"Menolak lewat buku juga bagian dari pencerdasan politik anak bangsa. Ini bagian pendidikan politik, ada penjelasan rinci dan argumentasi di buku ini," kata Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Bambang Wuryanto, sebelum rapat paripurna.
Dia menyatakan, disebarkannya buku itu juga untuk menunjukkan kepada publik tentang sikap partai yang tegas dan terdokumentasi dengan baik.
Sebelumnya, mengacu pada kejadian pada sidang Paripurna APBN 2013 lalu, sempat terjadi hujan interupsi dari PDIP mengenai masalah itu. Pasal 8 ayat 10 draf APBN 2013 dinilai tidak transparan, karena bisa memberikan wewenang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tanpa persetujuan DPR.
Fraksi PDI-P meminta pimpinan sidang paripurna, Anis Matta memberikan waktu untuk proses lobi antara pimpinan fraksi untuk menyelesaikan perbedaan pendapat sebelum sidang dilanjutkan. Namun, Anis memutuskan sidang diteruskan setelah fraksi lain sepakat tidak menginginkan proses lobi antar pimpinan fraksi.
Bambang menilai, sikap Anis Matta salah karena langsung mengetuk palu dan tidak memerhatikan tata tertib rapat paripurna DPR. PDIP bahkan menganggapnya sebagai bentuk tirani mayoritas terhadap minoritas dan mengkhianati prinsip musyawarah mufakat. "Sebagai sesama anggota dewan, kami menyesal atas hal itu. Meskipun peta dan sikap fraksi-fraksi sudah jelas, mekanisme tata tertib tetap harus ditempuh," ungkap Bambang. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Dituding Rugikan Negara Gara-gara Batal Hemat
Redaktur : Tim Redaksi