Pegiat Pemilu Dorong Pilkada Sehat dan Aman dari Covid-19

Selasa, 08 September 2020 – 17:40 WIB
Para pembicara saat diskusi bertema “Pilkada Sehat dan Covid-19 Siapa Peduli?

jpnn.com, JAKARTA - Pelaksanaan Pilkada tentu saja mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi dan perbedaan multikultur masyarakat Indonesia. Terutama di tengah pandemi covid-19 dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang menjadi menjadi bukti kepedulian terhadap pelaksanaan Pilkada Sehat dan Aman Covid-19.

Oleh karena itu, para Penggiat Pemilu mengkritisi terhadap perilaku bakal pasangan calon sebagai cerminan seorang pemimpin yang baik di saat proses tahapan Pilkada Serentak 2020 dimulai pada tahap pendaftaran 4 sampai 6 September 2020 kemarin.

BACA JUGA: Sebegini Personel Polri Untuk Pengamanan Pilkada 2020

Para pengamat politik melaksanakan diskusi kritis secara daring dengan tema “Pilkada Sehat dan Covid-19 SIAPA PEDULI?", Jakarta, Selasa (8/9/2020).

BACA JUGA: 42 Perwira Tinggi TNI AL Naik Pangkat, Nih Daftar Namanya

Hadir para narasumber di antaranya Ari Nurcahyo (PARA Syndicate), Jojo Rohi (Komite Independen Pemantau Pemilu atau KIPP), Aditya Perdana (Pusat Kajian Politik FISIP UI/Puskapol UI), Jeirry Sumampow (Komite Pemilih Indonesia atau TePI Indonesia; Lucius Karus (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau FORMAPPI); Ray Rangkuti (Lingkar Madani / LIMA), Alwan Ola Riantoby (Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat/(JPPR), Arif Susanto (Exposit Strategic, dan Erik Kurniawan (Sindikasi Pemilu dan Demokrasi /SPD).

Ari Nurcahyo mengatakan bahwa pertanyaan “Pilkada Sehat –Covid-19, Siapa Peduli?” merupakan cerminan calon pemimpin masa kini yang mesti menjadi teladan masyarakat terkait kepedulian taat protokol kesehatan dan juga pengujian terhadap sense of crisis.

BACA JUGA: Kemendagri Minta Polisi Tindak Bapaslon yang Bawa Massa Saat Mendaftar ke KPU

“Saya mengatakan siapa yang peduli, ini cermin bahwa hari ini demokrasi kita melihat bahwa para paslon itu kan calon pemimpin, calon pemimpin menurut saya tidak mencerminkan dan tidak melakukan teladan dan etika publik mereka, mereka baru pasangan calon tetapi tidak menaati aturan terkait protokol kesehatan,” kata Ari.

Menurutnya, pengumpulan massa yang terjadi pada tahap pendaftaran Pilkada kemarin disebabkan oleh perilaku paslon untuk “show off power” atau ingin memamerkan seberapa besar kekuasaan/kekuatan paslon.

Pendapat tersebut, berpadanan dengan Jojo, show off power kepada lawan politik merupakan metode purba yang mesti di perbaharui karena tidak sesuai dengan kondisi sekarang di tengah pandemi covid-19.

“Kerumunan massa ini adalah salah satu bentuk show off power sebagai komunikasi politik untuk menunjukkan seberapa besar kekuatan dia kepada lawannya. Nah, itu naluri purba komunikasi politik, mungkin naluri purba ini lah yang menggerakkan para calon untuk menggunakan kerumunan massa. Sebenarnya kerumunan massa, menurut saya sih cara yang agak enggak up to date, agak ketinggalan zaman untuk menggunakan show off power kepada lawan politik, banyak cara lainnya tanpa harus, menggunakan kerumunan massa,” tandasnya.

Kemudian, menurut pandangan Aditya situasi pada saat tahap pendaftaran cukup ironi karena masih banyak yang belum taat protokol kesehatan sehingga mesti menjadi evaluasi bersama, agar 40 orang paslon yang terpapar covid-19 tidak terulang kembali. Kebijakan yang ketat perlu juga dibuat lantaran Pilkada tetap harus berjalan, melihat tidak ada yang dapat memprediksi kapan wabah covid-19 akan berakhir.

“Saya dengar juga beberapa pihak Bawaslu, KPU dan Kemendagri dan juga pihak aparat keamanan sudah melakukan evaluasi itu. Oleh karena itu, saya berharap para penyelenggara dan pihak stakeholder yang berkepentingan tentang Pilkada segera menyampaikan langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan dalam waktu dekat karena sudah tidak bisa ditarik balik,” pungkasnya.

Selain itu, problematika dan kewenangan terhadap penanggulangan covid-19 seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya paslon tetapi juga pihak penyelenggara dan masyarakat tentunya. Meskipun, Jeirry menyampaikan, fenomena yang terjadi pada tahap pendaftaran kemarin dilihat sebagai bentuk ketidakpedulian paslon dengan keselamatan para pendukungnya yang tidak patuh protokol kesehatan.

“Ini harus kita tegaskan dan tentu pemimpin model begini mestinya kita evaluasi kembali untuk menjadi pemimpin daerah,” tuturnya.

Lucius menambahkan, sukses dan tidaknya Pilkada Serentak 2020 merupakan tanggung jawab besar yang diemban oleh pihak penyelenggara. Maka, dibutuhkan evaluasi secara mendetail untuk tahapan selanjutnya sehingga pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada tahap pendaftaran dapat menjadi catatan serius dan untuk itu perlu diserukan kepada publik agar jangan memilih pemimpin yang tidak peduli dengan rakyatnya.

“Melihat apa yang terjadi, kita dapat menilai kualitas pemimpin macam apa yang akan dilahirkan dari proses Pilkada pada tahun 2020 ini, rupanya calon-calon pemimpin yang akan dipilih di Pilkada 2020 adalah orang yang sejak awal tidak menjadikan rakyat sebagai komoditi politik, kegagalan para calon pemimpin kepala daerah dan untuk itu saya kira penting untuk menyerukan kepada para publik agar jangan memilih pemimpin yang tidak peduli dengan rakyatnya,” terangnya.

Adapun, teguran langsung dari Kemendagri dan Bawaslu semestinya menyadarkan bakal Paslon bahwa pemerintah tidak sedang main-main. Maka,  Ray berharap pelanggaran protokol kesehatan tidak terulang kembali ditahap Pilkada selanjutnya, karena semua berkepentingan agar Pilkada berjalan sukses dan lancar.

“Saya kira tidak perlu menutup diri untuk membuat opsi, kalau memang situasinya tidak terkendali, kita semua berkepentingan agar Pilkada ini tidak tertunda oleh karena itu kita semua harus punya komitmen yang kuat bahwa protokol covid-19 itu benar dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ini,” kata Ray.

Menurut Alwan, sangat perlu untuk pemerintah mengeluarkan peraturan yang menyatakan paslon akan di diskualifikasi apabila tidak taat mengikuti protokol kesehatan dalam proses tahapan Pilkada.

“Saya berharap penting untuk mengeluarkan satu peraturan atau kemudian semacam Perpu atau semacam sebuah peraturan yang emergency mengatakan bahwa di berikanlah diskualifikasi bagi pasangan calon yang tetap tidak melakukan protokol kesehatan, didiskualifikasi saja, sehingga itu ada efek jera,” ujarnya.

Dibalik semua itu, ada banyak kisah sukses dan juga gagal dalam penyelenggaraan Pemilu diseluruh dunia saat ini, pertanda nama baik Indonesia sedang dipertaruhkan. Akan tetapi, Arif tetap optimistis, asalkan ada kerjasama yang baik dari semua pihak maka Indonesia tidak akan termasuk dalam daftar negara gagal menyelenggarakan Pemilu ditengah pandemi covid-19.

“KPU dan para penyelenggara Pilkada menghadapi pertaruhan besar, tidak hanya kredibilitas penyelenggara, tidak hanya menyangkut bakal calon tetapi juga nama baik Indonesia yang dipertaruhkan,” terangnya.

Oleh karena itu, setidaknya ada dua hal yang harus direfleksikan menurut Erik terkait hal yang terjadi pada tahapan pendaftaran kemarin, yakni: pertama komitmen terhadap keselamatan warga. Kedua, komitmen kita terhadap demokrasi.

“Kemudian, kasus yang terjadi kemarin tidak menurunkan atau bahkan menghilangkan komitmen kepada dua hal itu. Jangan kemudian susana ini yang kemudian saling tuding dan saling menyalahkan dan publik dibikin bingung, membuat kita menjadi abai, membuat menghilangkan komitmen kita terhadap keselamatan warga dan komitmen kita terhadap demokrasi itu sendiri,” ungkapnya.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler