Pejabat Kemenkes Usul Program Introduksi Vaksin Dengue Dimulai Paling Lambat 2025

Rabu, 17 Januari 2024 – 21:38 WIB
Diskusi publik besutan Farid Nila Moeloek Society bekerja sama dengan Bio Farma dan PT Takeda Innovative Medicines di Jakarta, Rabu (17/1). Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia sebagai negara endemik dengue, masih menghadapi permasalahan yang sama setiap tahunnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, hingga minggu ke-52 pada 2023, terdapat 98.071 kasus di Indonesia, dengan kematian sebanyak 764 jiwa. 

BACA JUGA: Basmi DBD di Indonesia, Pandawara Group Ajak Masyarakat Jadi Dengue Patrol

Dengue atau DBD, merupakan penyakit dengan urgensi yang tinggi di Indonesia. Semua orang memiliki risiko yang sama untuk terjangkit, terlepas dari usia, strata sosial, atau di mana mereka tinggal.

Penyakit ini bisa sangat berbahaya karena menyebabkan kematian. Namun, sampai saat ini belum ada pengobatan khusus yang spesifik untuk mengobati DBD.

BACA JUGA: Penyebaran Virus Zika Bisa Dicegah dengan Program Dengue

Ketua dan Pendiri FNM Society, Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. A Moeloek, Sp.M(K), mengatakan semua orang berisiko terkena DBD. 

"Oleh karena itu, melalui acara diskusi publik hari ini, kami melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait untuk berdiskusi dan bersama-sama mencari solusi dalam pencegahan penyakit dengue," kata Prof. Nila dalam diskusi publik besutan Farid Nila Moeloek Society bekerja sama dengan Bio Farma dan PT Takeda Innovative Medicines di Jakarta, Rabu (17/1).

BACA JUGA: Awas! Bahaya Wabah Demam Berdarah Dengue Telah Rengut Delapan Nyawa

Dia menambahkan beban yang ditimbulkan oleh penyakit DBD berdampak signifkan, baik secara sosial maupun ekonomi.

Pasien yang terlambat ditangani dapat berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian, dan hal ini berisiko lebih tinggi pada anak-anak. 

Kalau sudah begitu, kata Prof. Nila bukan hanya keluarga yang dirugikan, tetapi bisa menimbulkan kerugian pada negara.

Pada kesempatan tersebut, Wakil Menteri Kementerian Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD., Ph.D., mengungkapkan dalam 10 tahun terakhir, kasus dengue/DBD di Indonesia meningkat seiring dengan pergantian iklim. Biasanya mulai naik di bulan November, dan puncaknya terjadi sekitar  Februari, apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino. 

Oleh karena itu, Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara endemik dengan kasus tertinggi. Sebagian besar kabupaten/kota mempunyai incidence rate >10/100 ribu, tetapi ada 26 kabupaten/kota yang sudah mencapai incidence rate >10/100 ribu.

Pemerintah telah merumuskan strategi nasional penanggulangan dengue 2021-2025 yang mencakup manajemen vektor, surveilans, tatalaksana, partisipasi masyatrakat, komitmen pemerintah dan kajian. 

"Kami berkomitmen untuk menjalin kerja sama yang berkesinambungan dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti FNM Society dan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR), guna mencapai target utama ‘Indonesia Nol Kematian Akibat Dengue 2030," terang Prof. Dante.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, DR. dr. Maxi Rein Rondonuwu DHSM MARS. menyampaikan pemerintah Indonesia melalui RPJMN 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit, yang mencakup aktivitas seperti: pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit; penguatan health security; peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan. Juga pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat.

 Dr. Maxi mengusulkan program introduksi vaksin dengue oleh pemerintah bisa dimulai paling lambat tahun depan (2025).

Sementara, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph.D., memaparkan bahwa beban biaya yang harus ditanggung BPJS dalam hal hospitalisasi dan pengobatan dengue cukup tinggi. Tahun 2023, pembiayaan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penanganan dengue mencapai Rp 1,3 triliun. Angka tersebut naik dari tahun sebelumnya Rp 626 miliar. 

Dia menyambut baik inisiatif diskusi publik ini, agar bersama-sama mencari solusi efisiensi beban penyakit dengue, dan melihat bagaimana BPJS dapat berperan lebih jauh dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat Indonesia. 

"BPJS Kesehatan juga tentu akan ikut serta mewujudkan aksi bersama menuju ‘nol kematian akibat dengue’ di tahun 2030," ucapnya.

Pada kesempatan sama, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines Andreas Gutknecht menyatakan pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam penanganan dan pencegahan DBD di Indonesia.

Oleh karena itu, Takeda berkomitmen untuk berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan guna mendorong kesadaran masyarakat akan bahaya dengue. Juga pentingnya pencegahan yang inovatif untuk melindungi masyarakat luas yang berisiko terkena dengue.

"Kami sangat gembira dan berterima kasih kepada FNM Society atas kolaborasi yang luar biasa pada acara diskusi publik hari ini, sebagai upaya memperkuat peran serta keluarga dan masyarakat untuk mencapai target ‘nol kematian akibat dengue’ di tahun 2030," tuturnya.

Andreas juga mengajak para pengusaha, masyarakat, serta pemerintah untuk bersama-sama berkomitmen, lebih aktif dalam melakukan edukasi pencegahan DBD dengan 3M Plus. Di samping mendapatkan informasi intervensi inovatif dari tenaga kesehatan, salah satunya melalui vaksin DBD. (esy/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler