“Keputusan ini merupakan keputusan yang sangat rasional, tentunya dengan kondisi dan situasi perusahaan saat ini,” terang Nenden Eva Nofianti SH selaku Legal Officer PT San Fu Indonesia ketika memberikan keterangan pers, Kamis (3/1).
Upah sebesar ini, selain melihat kondisional perusahaan, diputuskan mengacu pada keputusan Gubernur Jawa Barat tertanggal 21 Nopember 2012 Nomor 561/Kep.1305-Bangsos/2012 tentang Upah Minimum Kabupaten/ Kota.
“Upah yang kami berikan sebesar Rp1.350.000 kepada karyawan ini belum termasuk uang lembur, isentif dan tunjangan masa kerja. Kami harap keputusan ini bisa dimaklumi,” ungkapnya.
Menurut Nenden, didampinggi Mark Manager PT San Fu MR Weng Chun Hsien, General Manager Rd M Ramdani SE dan Dita Ekaria, keputusan upah tersebut sudah valid dan tidak mungkin bisa diubah.
“Ini keputusan yang memungkinkan kami lakukan ketimbang perusahaan harus tutup. Karena pada intinya kami juga memikirkan nasib 1.316 pekerja bila perusahaan sampai tutup,” ujar dia.
Ia menambahkan, untuk saat ini sangat tidak mungkin bisa memberikan upah sebesar yang diminta PPMI (Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia) mewakili pekerja meminta upah sebesar Rp2.030.000. “Permintaan PPMI yang katanya mewakili buruh kami anggap belum relevan bila melihat kondisi perusahaan saat ini,” ungkap Nenden.
Apalagi PT San Fu ini bukan kategori perusahaan produksi kimia, tapi produksi kertas budaya. Marketnya juga terbatas, tidak seperti produksi kertas lainya. “Market kami ini khusus, karena pasarnya memang khusus. Kami ekspor hanya ke negara Taiwan saja. Sementara daya saing cukup ketat,” jelasnya.
Dengan kondisi ini pekerja diharapkan dapat memaklumi, tidak serta merta menuntut hak sementara perusahaan juga harus memikirkan biaya produksi lain dan market. “Saat ini saja, Thailand lagi diskon besar-besaran dengan jenis produksi kertas yang sama, sedangkan suplai produk sama ke Taiwan. Kondisi ini jadi daya saing tentunya,” beber Nenden.
Ia menambahkan, yang lebih merepotkan, pekerja asing yang bekerja di PT San Fu juga merasa kerepotan dengan kondisi ini, apalagi penyegelan sampai ada larangan tidak boleh keluar dari perusahaan. “Bahkan, enam tenaga kerja asing sudah hampir sepekan terkurung tidak bisa keluar dari pabrik, ini cukup merepotkan,” tandasnya.(ctr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cuaca Buruk, Nelayan tak Bisa Melaut
Redaktur : Tim Redaksi