Pelabuhan Sape Diblokir Ribuan Massa

Sabtu, 21 Januari 2012 – 11:10 WIB

BIMA-Aksi menolak tambang terus dilakukan warga Kecamatan Lambu, Bima. Kemarin, ribuan warga turun aksi memblokir jalur menuju Pelabuhan Sape, tepatnya di perempatan Sape-Lambu. Selama aksi berlangsung, jalur menuju Pelabuhan Sape lumpuh total. Tidak satupun kendaraan roda dua maupun empat yang bisa jalan karena massa memblokade jalan dengan bale-bale, batu, dan kayu. 

Aksi warga  yang tergabung dalam Fron Rakyat Anti Tambang (FRAT) diawali longmarch dari Lapangan Temba Romba, Desa Rato. Ribuan warga yang terdiri atas laki-laki, perempuan, dan anak-anak ikut jalan kaki menuju perempatan jalan Sape-Lambu, satu-satunya akses menuju Pelabuhan Sape.

Tuntutan yang diajukan warga masih tetap sama. Mereka mendesak Pemkab Bima mencabut SK 188 terkait izin pertambangan. Massa juga meminta aparat kepolisian melepaskan warga Lambu dan mahasiswa yang ditahan.

Aksi warga dimulai sekitar pukul 09.00 Wita. Tidak hanya warga Lambu yang terlibat aksi demo besar-besaran kemarin, sejumlah warga Sape juga ambil bagian. Mereka menyuarakan tuntutan yang sama. Sepanjang jalan dari Desa Rato hingga perempatan Sape-Lambu, warga tidak henti-hentinya melontarkan tuntutan.

Mereka juga mengecam sikap Pemkab Bima yang tidak bergeming meski aksi massa terus bergejolak hingga menelan korban jiwa, khususnya dalam kasus bentrok massa dan aparat di Pelabuhan Sape, akhir Desember 2011 lalu.

Di perempatan Sape-Lambu, massa mulai terlihat emosi setelah melihat sejumlah aparat kepolisian lengkap dengan mobil water canon. Melihat kondisi massa yang agak emosi, sejumlah aparat polisi yang sebelumnya parkir di perempatan tersebut memilih mundur ke arah Sape. Termasuk mobil water canon yang sebelumnya diparkir sekitar perempatan, dipindahkan.

Umran, koordinator lapangan aksi dalam orasinya mengatakan, massa yang turun demo merupakan warga yang sadar bahwa kehidupan mereka akan terancam dengan hadirnya pertambangan di Lambu. Mereka bukan diprovokasi atau karena ada kepentingan politik. ‘’Masyarakat hari ini turun, murni untuk menolak tambang. Tuntutan kita, SK 188 dicabut, itu sudah harga mati,’’ tandasnya.

Menurutnya, kebijakan Bupati Bima terhadap pertambangan tidak berpihak pada kepentingan rakyat.  Bupati lanjutnya hanya berpihak pada kepentingan investor  dan pemilik modal. Keluarnya SK 188 sebagai contoh. ‘’Tiba-tiba Bupati keluarkan izin eksplorasi pertambangan, tanpa ada sosialisasi awal pada masyarakat. Mayoritas masyarakat Lambu sebagai petani dan nelayan. Selama ini masyarakat sudah hidup sejahtera, tidak perlu ada pertambangan,’’ terangnya.

Pemerintah lanjutnya, harus lebih memperhatikan, bagaimana sektor pertanian, peternakan, dan perikanan dapat ditingkatkan. Bukan malah menghadirkan investor pertambangan yang justru akan membuat warga sengsara. ‘’Kita sekolah, naik haji bukan karena emas, tapi dari hasil bawang dan ikan,’’ sebutnya.

Ditegaskan, aksi warga akan terus berlanjut sampai Pemkab Bima dalam hal ini bupati merespons tuntutan warga. Mereka juga mengancam jika dalam waktu lima hari ke depan, tuntutan warga Lambu tidak juga ditanggapi, warga akan melakukan aksi yang lebih besar, termasuk ancaman akan menduduki Kantor Bupati Bima.

Aksi demo dilakukan warga Lambu berakhir sekitar pukul 13.00 Wita. Sebelum massa membubarkan diri koordinator lapangan aksi Umran membacakan lima poin tuntutan mereka; cabut SK 188, bebaskan warga dan mahasiswa yang ditahan, meminta pemerintah pusat membentuk panitia  untuk menyelesaikan konflik agraria yang terjadi, dan jika tuntutan itu tidak diperhatikan pemerintah dan polisi lima hari kedepan, mereka akan kembali melakukan aksi, hingga revolusi.(gun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Petani Tewas Terserempet Kereta Api


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler