Pelajaran Menikmati Diri Sendiri

Oleh Dahlan Iskan

Senin, 22 Mei 2017 – 07:06 WIB
Dahlan Iskan. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - Inilah salah satu kesibukan utama saya selama diperkarakan oleh Kejati Jatim: nonton Dangdut Academy 4. Di Indosiar. Hampir tiap malam. Selama hampir empat bulan.

Saya hafal nama-nama pesertanya. Wajah-wajahnya. Asal daerahnya. Dewan jurinya. Komentatornya. Host-nya. Dan iklan-iklannya. Kalau sudah nonton DA4, saya lupa jaksa-jaksa yang menuntut saya.

BACA JUGA: Para Kiai Muda Doakan Dahlan Iskan

Ada pelajaran penting yang saya peroleh dari DA4: menyanyi itu ternyata sulit. Lebih sulit dari yang saya bayangkan. Cengkok. Nada. Vibra. Dan banyak lagi.

Bahkan, suara itu ternyata tidak hanya dari mulut. Ada suara perut segala. Di samping ada suara diafragma. Menjadi menteri, rasanya, tidak sesulit itu.

BACA JUGA: Pengurus Muhammadiyah Kunjungi Dahlan Iskan, Bahas Banyak Hal

Saya juga baru tahu Iyeth Bustami itu ternyata pinter sekali. Juri yang satu ini bisa seperti dokter. Mendiagnosis suara penyanyi: suara perut atau diafragma. Dengan cara menyuruh peserta telentang di lantai. Lalu, Iyeth meletakkan tangannya di ulu hati peserta.

Iyeth ternyata juga modis sekali. Keharusan agamanya untuk menutup rambut dia siasati secara kreatif. Bukan membuat rambut palsu, tapi rambut imajinasi. Jilbabnyalah yang diimajinasikan sebagai rambut. Dengan model yang terus berganti. Juga warnanya.

BACA JUGA: Cerita Inspirasi Dahlan Iskan Jadi Motivasi Buku Eduspiring

Puncak mode penampilan Iyeth terjadi saat tampil minggu lalu. Menyanyikan Sudahlah bersama Fildan dari Kota Bau-Bau. Iyeth tampil dengan kreasi mode kelas dunia: headpiece. Ala Maleficient. Tokoh Disney. Lihatlah YouTube-nya.

Juri Inul Daratista juga orang cerdas. Inul bisa tahu mengapa juri memberi empat lampu merah pada Fildan. Saat Fildan tampil di tiga besar. Padahal, biasanya Fildan dapat lima lampu hijau.

’’Pendukung Fildan sendiri yang merugikan. Lagu ini memerlukan suasana hening. Tapi, pendukungnya terus bersorak,’’ ujar Inul.

Sejak itu, pendukung Fildan menjadi penonton yang proporsional. Fildan pun dapat lima lampu hijau lagi. Dan masuk grand final.

Soimah juga sosok istimewa. Dialah yang bisa mengoreksi Fildan. Yang punya kecenderungan selalu tampil dengan alat musik.

’’Seharusnya kamu tidak memaksakan berseruling saat membawakan lagu ini. Tidak cocok,’’ ujar Soimah.

Sejak itu Fildan berubah. Dia memang piawai bernyanyi sambil bergitar, berseruling, berpiano, dan bahkan ngedrum.

Tapi, sejak fatwa Soimah, Fildan tidak lagi begitu. Sayangnya, di grand final dia kumat lagi. Menyandang gitar. Yang talinya merusak mode bajunya.

Puncak kekaguman saya adalah pada sosok yang satu ini: Ivan Gunawan. Saya adalah orang yang sembrono dalam tata busana. Selama empat bulan nonton DA4, saya seperti ditegur Ivan setiap malam.

Begitu jeli Ivan melihat busana. Dari segala aspeknya. Kadang muncul keinginan saya agar Ivan bisa hadir di setiap persidangan pengadilan saya. Agar bisa menilai jalannya sidang itu. Dari sisi penampilan busana saya.

Di saat penonton (dan saya) terkagum akan penampilan Fildan, Ivan tidak terpengaruh. Dia menyuruh Fildan duduk di kursi.

Ketahuanlah warna kaus kakinya tidak serasi. Sudah kusut pula. Begitu Fildan ganti kaus kaki, langsung terasa bedanya.

Demikian juga saat Ivan mencopot aksesori yang memenuhi kerah Fildan. Sosok Fildan langsung berubah. Begitu besar pengaruh busana. Saya menjadi sadar. Ivan..., saya kagum pada kehebatan Anda.

Pelajaran lain yang saya dapat adalah ini: kemampuan tim Indosiar menjadikan DA4 sebagai drama besar. Ada tawa. Ada duka. Ada gembira. Ada derai air mata. Tim Indosiar juga mampu membuat tim juri dan komentator sebagai part of the show.

Mereka bisa terus menyenangkan penonton dengan cara mereka sendiri berhasil menikmati peran masing-masing.

Mereka merasa terhibur oleh diri sendiri. Ini jugalah kunci sukses Srimulat generasi Surabaya. Pemain bisa menikmati guyonan mereka sendiri.

DA4 ini luar biasa. Seandainya saya jurinya, juara satunya 10 orang. Bahkan mungkin 12 orang. Termasuk Fiko yang dari Bangka dan Sheila yang dari Klaten. Putri tukang parkir yang cantik itu.

Tapi, akhirnya saya memang cocok. Fildan-lah yang jadi juara. Putri juara dua. Suara Putri yang dari Balikpapan itu memang sebening salju. Tapi, Fildan lebih komplet.

Genre musik apa pun dia lalap: Selamat Malam yang mendayu, Tum Hi Ho yang India, Mbah Dukun yang metal, dan Maskurane yang dibuat blues-jazz. ’’Kamu ini sudah sah menjadi rocker,’’ ujar Inul setelah Fildan menyanyikan rock.

Melihat Fildan yang juara dan Putri yang runner-up, saya lega. Februari lalu, ketika DA4 baru dimulai, saya kirim dua WA. Satu ke Irwan, Dirut Kendari Post, koran terbesar di provinsinya Fildan. Satu lagi ke Ivan, Dirut Kaltim Post, koran terbesar di provinsinya Putri.

’’Irwan, Fildan ini akan menjadi calon juara. Tolong wartawan Anda perhatikan Fildan,’’ tulis saya. Saat itulah saya untuk kali pertama menonton Fildan. Menyanyikan Tum Hi Ho. Sampai-sampai saya harus membuka Google. Mencari terjemahan lagu itu.

Di hari yang sama, saya kirim WA senada. Mengingatkan agar Kaltim Post memperhatikan Putri. Gadis Balikpapan keturunan Bugis Mandar ini bisa jadi salah satu calon juara.

Kini keduanya sudah jadi bintang. Kejora di mana-mana. Idola siapa saja. Fildan akan bisa jadi Judika-nya dangdut. Dan Putri bisa jadi Rossa.

Saya kian takut untuk ikut audisi Dangdut Academy 5. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gus Mus: Dahlan Iskan Sedang Menghadapi Cobaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler