jpnn.com, JAKARTA - Psikolog Tika Bisono menilai perebut laki-laki orang alias pelakor saat ini menjadi pekerjaan baru bagi wanita untuk pemerasan. Tika menganggap, meski kasus itu tidak terjadi secara keseluruhan, tetapi mayoritas wanita menjadi pelakor motifnya adalah materi.
Korbannya, menurut Tika, umumnya adalah pria mapan.
BACA JUGA: Astaga, Pelakor Dikeroyok Tiga Emak-Emak
“Dia bisa pengusaha, pejabat atau profesi mapan lain yang sangat mementingkan reputasi. Jika berhasil masuk perangkap, tipe-tipe pria mapan ini sangat rentan jadi objek pemerasan,” kata Tika dalam keterangannya, Minggu (13/1).
Tika melihat, kehadiran orang ketiga sangat beraroma kriminal. Oleh karena itu, polisi harus masuk dan masyarakat harus mengetahuinya. Tindakan tegas aparat kepolisian terhadap praktik pemerasan dengan modus menjadi orang ketiga, diharapkan bisa menjadi efek jera bagi pelaku, dan early warning bagi para pria mapan.
BACA JUGA: Irma Darmawangsa Tantang Shamila Buktikan Tuduhan Pelakor
“Kehadiran orang ketiga dengan motif kriminal, solusinya hanya satu yakni laporkan ke polisi. Itu tidak sulit sama sekali karena ada deliknya,” ujar Tika.
Siapa pun yang terlibat dengan persoalan orang ketiga, kata Tika, harus mengutamakan pertimbangan keselamatan jangka panjang untuk mengakhirinya.
BACA JUGA: Irma Darmawangsa Kesal Dibilang Pelakor
“Rasa malu, aib, bahkan karier menjadi tidak penting jika dibandingkan keselamatan keluarga ke depan,” ucap dia.
Tika menegaskan pentingnya berkonsultasi ke pakar psikolog perkawinan. Tujuannya untuk kembali ke rambu-rambu. Dia mengibaratkan kegiatan menekan tombol reset pada komputer.
“Di sinilah fase ujian kesuamian dan keistrian sebuah pasangan. Apakah istri bisa menerima suami ketika lemah. Atau, apakah suami bisa menerima istri saat lemah,” kata dosen psikologi Universitas Mercu Buana itu.
Di fase konsultasi, keduanya harus jujur, dan jujur itu adalah bagian terberat. “Jangan berlindung di balik dalih dikerjain, dikejar-kejar, tetapi faktanya setelah makan malam pertama, masih ada makan malam kedua, ketiga, bahkan kemudian sarapan dan makan siang. Atau dengan kata lain, tidak mungkin pihak luar bisa membuka pintu pribadi kita, kalau tidak dikasih kunci. Itu logika,” kata Tika.
Berdasar teori psikologi, maupun berdasar pengalaman Tika sebagai psikolog, fase konseling pasangan yang usai didera persoalan orang ketiga, harus dibawa ke pemahaman it takes two to tango.
“Lepas dari kadar besar-kecil, kasus orang ketiga terjadi karena kesalahan tiga orang sekaligus. Orang ketiga salah, suami salah, istri salah. Ini akan terbuka dalam sesi konsultasi. Jika suami-istri jujur dan bersedia mereset hubungan, bukan tidak mungkin akan menimbulkan katarsis. Menumbuhkan hal-hal positif yang justru memperkuat ikatan pernikahan ke depan,” tandas dia. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Heboh, Pria dan Selingkuhan Digerebek Istri Sah di Siantar
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga