Pelaku Kriminal Jadi Pahlawan

Minggu, 18 Agustus 2013 – 09:32 WIB

BELASAN, puluhan, ratusan, bahkan ribuan narapidana dan tahanan Palestina bebas dari penjara Israel secara berkala. Biasanya, mereka dibebaskan atas kesepakatan Israel dan pemerintah atau kelompok militan Palestina. Jika bukan karena syarat dialog damai seperti kali ini, narapidana dan tahanan Palestina tersebut ditukar dengan tawanan Israel yang menjadi korban penculikan maupun penyanderaan militan.
 
Selasa lalu (13/8), tepatnya sehari menjelang dialog damai putaran pertama Israel dan Palestina di Kota Jerusalem, sebanyak 26 narapidana dan tahanan bebas. Dua bus Israel mengantarkan mereka hingga ke perbatasan Tepi Barat dan Jalur Gaza.
 
Di tanah air mereka itu, para narapidana dan tahanan yang rata-rata adalah pelaku kriminal tersebut disambut bak pahlawan.
 
Selama ini, Israel tidak pernah membebaskan para pelaku kejahatan terhadap warga Amerika. Apalagi, pembunuh. Tapi, kali ini, Israel melanggar kesepakatan tidak tertulis yang berlaku selama beberapa dekade tersebut.
 
Selasa lalu, pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu membebaskan Al-Haaj Othman Amar Mustafa.
 
Mustafa yang mendekam di penjara Israel sejak 1991 tersebut adalah pembunuh Frederick Steven Rosenfeld. Menurut Philadelphia Inquirer, warga AS yang tinggal di Israel itu merupakan mantan marinir.
 
Bersama dua rekannya, pria Palestina tersebut menghabisi korban yang sudah 21 tahun menjadi penduduk permukiman Yahudi di Kota Ariel, Tepi Barat, itu. Pembunuhan tersebut terjadi pada 1989.
 
Kamis lalu (15/8), Negeri Paman Sam mengomentari pelanggaran Israel tersebut. Wakil Jubir Departemen Luar Negeri Marie Harf menyatakan maklum dengan keputusan pemerintahan Netanyahu itu. Apalagi, Menteri Luar Negeri AS John Kerry juga terlibat dalam penyusunan daftar nama narapidana dan tahanan Palestina yang berhak untuk bebas

"Departemen Luar Negeri menyampaikan keprihatinan pemerintah atas bebasnya narapidana ini (Mustafa). Tapi, kami juga sadar bahwa korban memiliki kewarganegaraan ganda. Yakni, Israel dan AS," terangnya sebagaimana dilansir Daily Beast.
 
Namun, di atas semua hal itu, keputusan pembebasan tahanan tersebut merupakan hak dan wewenang Israel sepenuhnya. Karena itu, AS menghargai keputusan itu.
 
Tidak seperti Mustafa yang beruntung bisa pulang ke rumah dan mendapat tunjangan USD 1.120 (sekitar Rp 11,7 juta) per bulan, Maher Younis harus tetap mendekam di penjara.
 
Selama ini, Israel memang hampir tidak pernah membebaskan narapidana atau tahanan Palestina yang merupakan penduduk Israel. Selama ini, hanya mereka yang berasal Jalur Gaza dan Tepi Barat yang bisa bebas.
 
"Kami hidup dalam krisis identitas. Kami adalah warga Palestina. Kami memiliki banyak saudara di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Tapi, kami tinggal di sini dan menjadi penduduk. Juga, harus menurut pada aturan Israel," papar Nader, kakak Younis, kepada Al Jazeera Kamis lalu.
 
Fakta bahwa mereka terikat pada peraturan Israel itulah yang membuat keluarga besar Younis merasa terkucil dari kaumnya. Younis sudah menghuni penjara Israel selama 31 tahun. Dia tertangkap pada 1983, tepatnya dua tahun setelah membunuh serdadu Israel bernama Avraham Bromberg.
 
Sejak saat itulah, dia tidak pernah menginjakkan kaki di Kota Umm el-Fahem, kawasan Galilea. Sampai sekarang, kota tersebut merupakan salah satu permukiman terbesar pengungsi Palestina di Israel.
 
Seharusnya, Younis bebas sekitar dua puluh tahun lalu. Saat itu, namanya tercantum dalam daftar narapidana dan tahanan yang berhak bebas berdasar Kesepakatan Oslo. Tapi, sampai sekarang, dia masih berada di penjara.
 
"Tidak adil bila saya bisa bertemu kembali dengan putra saya ketika dia tua," ujar Widad, ibunda Younis yang berusia 78 tahun.
 
Beberapa waktu lalu, tersiar kabar bahwa nama Younis kembali tercantum dalam daftar narapidana Palestina yang berhak bebas. Dia menjadi bagian dari 104 narapidana dan tahanan yang bebas sebagai syarat dialog damai Israel dan Palestina.
 
Meski demikian, nasib pria 54 tahun itu belum jelas. Sebab, daftar narapidana dan tahanan yang berhak bebas tersebut masih mungkin diubah.
 
Widad berharap putranya akan beruntung kali ini. Perempuan yang setiap dua pekan menilik Younis di penjara tersebut mengaku sudah lelah. Sebab, dia harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk bertemu dengan anaknya yang tidak diperbolehkan menikah oleh pemerintah Israel tersebut.
 
Apalagi, Younis sering berpindah-pindah penjara. Sampai sekarang, dia sudah 22 kali pindah penjara. (Daily Beast/Al-Jazeera/hep/c18/dos)

BACA JUGA: Menanti Hasil Rintisan Damai Israel-Palestina

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nelayan Jerman Tangkap Ikan Halibut Raksasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler