Pelatih Hebat yang Jadi Pecundang di Piala Dunia

Senin, 09 Juni 2014 – 16:07 WIB
Makanan berhias bendera di sebuah restauran di Shooping Mall Itaquera Sao Paolo, Brasil 02/05/14.Farid Fandi/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - FROM HERO TO ZERO. Begitulah konsekuensi yang harus diterima setiap pelatih usai mampu membawa suatu negara menjadi pemenang di Piala Dunia. Setelah dielu-elukan sebagai pahlawan, mereka harus bersiap untuk dihujat habis-habisan sebagai layaknya seorang pecundang.

Paling fresh tentu saja bagaimana Marcello Lippi yang harus menjadi pesakitan usai Piala Dunia 2010 silam. Tangan dinginnya membawa Italia meraih trofi Piala Dunia 2006 langsung berputar 180 derajat. Bahkan, Italia harus memulai jalan sejarahnya dari nol lagi dengan hanya finish di posisi ketujuh dari bawah. Terburuk sepanjang sejarahnya.

BACA JUGA: Samai Rekor Sampras, Nadal Dekati Catatan Federer

Bukan hanya Lippi, masih banyak pelatih timnas Piala Dunia lainnya yang bernasib sama seperti mantan juru racik Juventus tersebut. Uniknya, semua pelatih tersebut sama-sama gagal meraih trofi untuk kedua kali dan malah antiklimaks prestasi.

Rekor itulah yang membuat tidak banyak pelatih peraih trofi Piala Dunia sebelumnya terjun kembali ke turnamen akbar empat tahunan dunia ini. Ketika Piala Dunia 2014 kali ini, hanya ada dua pelatih yang mempunyai catatan pernah mendapatkan trofi Piala Dunia.

BACA JUGA: Adrian Newey Perpanjang Kontrak di Red Bull  

Kedua pelatih tersebut adalah Luiz Felipe Scolari di belakang kendali Brasil, dan Vicente Del Bosque yang membawa Spanyol mendominasi turnamen sepakbola dunia dengan tiga trofi selama lima tahun, mulai dari Piala Eropa 2008 dan 2012, plus satu raihan Piala Dunia 2010.

Kini, kedua pelatih tersebut sama-sama diberikan target besar, yaitu menjuarai Piala Dunia untuk kedua kalinya. Bebannya pun sama. Scolari harus menjaga gengsi Brasil sebagai tuan rumah dan penguasa Piala Dunia, sedangkan Del Bosque dituntut untuk bisa mempertahankan hegemoni Negeri Matador.

BACA JUGA: Ditekuk Heat, Spurs Tetap Bertabur Rekor

Bedanya, Del Bosque lebih punya pengalaman untuk urusan mempertahankan gelar juara. Bukan di Piala Dunia, melainkan di Piala Eropa. Dia membawa Spanyol sebagai tim pertama yang mampu mencatatkan sejarah dengan meraih juara back to back di Piala Eropa 2008 dan 2012.

Menurutnya, bukan memperbaiki sisi teknis pada percobaan keduanya dalam mengejar juara lagi. Melainkan lebih pada sisi non teknis. "Moral timlah yang menjadi kunci paling krusial dalam kesuksesan Spanyol selama ini," ujar Del Bosque seperti yang dikutip dari Reuters.

Begitu vitalnya sisi non teknis, Del Bosque bahkan tidak melirik sama sekali perubahan taktik dalam timnya. Sisi teknis sudah cukup dengan mengandalkan sisa generasi emas pasca Piala Eropa 2008 yang hanya kehilangan Carles Puyol. Selebihnya, nama-nama seperti Iker Casillas hingga Fernando Torres masih jadi tumpuan.

Kepada media Spanyol, El Pais, Del Bosque menganggap ,embangun dari dressing room menjadi kekuatan besar meraih gelar Piala Dunia keduanya. "Kondusifnya ruan ganti berarti lebih dari 100 jam mengatur taktik. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana tim ini terus gembira, dengan begitu mereka bisa selalu menang," sebutnya.

Penguatan dari sisi non teknis tersebut dianggap menjadi solusi terbaik untuk meredam ketegangan pemain. Apalagi, tahun ini skuad Spanyol dijanjikan bonus besar jika dapat meraih trofi Piala Dunia. Iker Casillas dkk akan digelontor dengan bonus senilai Rp 11,5 miliar per pemain.

Cara-cara di luar teknis itu sudah dijajal Felipao " sapaan Scolari " saat mampu meraih trofi Piala Konfederasi tahun lalu. Dia mempertahankan pemeliharaan suasana kondusif di ruang ganti pemain Brasil sebagai kuncinya. Bahkan, dia membentuk Selecao serasa keluarga.

Hal itu diakui sendiri oleh mantan pemain Brasil saat memenangi Piala Dunia 2002 di bawah asuhan Felipao, Juninho. Menurutnya, Felipao bisa memahami kondisi pemain. "Dan menurutku Felipao adalah sosok yang tepat, dan hadir di saat yang tepat pula," kenang Juninho.

Yang masih belum mampu dirangkul Felipao sekarang adalah publik Brasil sendiri. Jika dibandingkan saat edisi 2002 silam, tekanan Brasil tahun ini jauh lebih besar karena harus bermain di kandang sendiri, di depan publiknya sendiri. Apalagi, publik Brasil tidak begitu respek kepada perjuangan Thiago Silva dkk tahun ini.

Mantan arsitek Portugal itu pun menganggap pendukung sebagai bagian dari keluarga dalam upaya mengamankan trofi di kandang sendiri. "Jadilah bagian kami selama Piala Dunia. Berpartisipasi, melompat, dan tumbuhkan semangat. Bantu kami, karena dengan adanya kalian kami mampu membuat perbedaan," tandas Felipao. (ren)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ferdinand Nilai Pogba Lebih Hebat Dari Vieira


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler