JAKARTA - Pembatasan BBM bersubsidi tampaknya sudah tidak bisa ditunda lagi. Pemerintah menegaskan, mulai April 2012, pembatasan bahan bakar subsidi itu sudah pasti diberlakukan secara bertahap.
Masyarakat yang biasa menggunakan kendaraan pribadi tak boleh lagi menggunakan premium dan akan disediakan gas alam terkompresi (compressed natural gas /CNG) dan liquid gas for vehicle (LGV).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar sudah saatnya untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM dan beralih menggunakan bahan bakar gas serta energi baru terbarukan.
"Sesuai Undang-undang APBN, pada April sudah harus menerapkan pembatasan. Teknisnya, pembatasan itu akan ada secara bertahap. Itu adalah opsi menggunakan CNG dan LGV," katanya di Jakarta, Senin (2/1)
Lalu bagaimana dengan infrastrukturnya? Menurut Hatta, pemerintah telah menyiapkan segala infrastruktur seperti konverter dalam proses pengalihan dari BBM ke kedua jenis bahan bakar tersebut. Apalagi, lanjutnya, bahan bakar gas lebih murah ketimbang premium.
Jika masyarakat menggunakan gas cukup membayar Rp 4.100 per lsp (liter setara premium), lebih murah dari BBM yang Rp 4.500. "Opsi itu ada, tapi bertahap tentu saja karena infrastruktur kita bertahap juga, pemerintah tentunya menyediakan opsi-opsi itu," jelas Hatta.
Sementara itu, pihak yang bakal melakukan pengawasan dalam pembatasan ini, menurut Hatta, berdasarkan UU, maka kewenangan berada di tangan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Namun demikian, dalam transisi pengawasan itu, pemerintah juga akan membentuk tim tersendiri yang bertugas melakukan sosialisasi dan pengawasan agar program itu betul-betul berjalan dan tidak ada distorsi berlebihan.
"Kalau 100 persen tak ada distorsi tentu tidak mungkin, memang pasti ada bocor-bocor sedikit dan sekecil mungkin kita akan kurangi," ujar Hatta.
Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan, revisi Peraturan Presiden 55 Tahun 2005 yang mengatur siapa saja yang berhak menggunakan BBM bersubsidi telah disiapkan dan ditargetkan rampung minggu ini.
"Perpres kami sudah siapkan, semua ngebut, minggu ini selesai," ujarnya.
Jero menuturkan, sesuai kebijakan pemerintah terkait energi mix tahun 2025, pemerintah sudah tidak lagi bergantung terlalu banyak ke bahan bakar minyak. Pelan-pelan ditinggalkan dan mulai bergerak ke bahan bakar gas, geothermal (panas bumi), batubara, dan panas matahari.
Sehingga, kata Jero, pada 2025 sesuai penelitian Dewan Energi Nasional (DEN), energi yang paling banyak dikonsumsi justru energi baru dan terbarukan. "Oleh karena itu proses atau perizinan membuat energi baru dan terbarukan akan kami percepat sehingga akan menuju energi mix seperti itu. Karena itu murah dan ada di negeri kita, gas, batubara, dan geothermal. Dan untuk BBM kita tinggalkan," paparnya.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, dengan pelaksanaan pembatasan BBM ini, maka pihaknya akan mengubah bahan bakar dari BBM menjadi BBG. "Yang akan kena pembatasan nanti akan dikonversi ke gas nanti kendaraan umum dulu. Nanti disiapkan LGV," ungkapnya.
Untuk satu tahun ini, Hidayat menyebutkan akan mengimpor konverter kit. Pasalnya, sampai saat ini Indonesia belum memproduksi alat tersebut. "Konverter kitnya kami mau bikin sendiri tapi tahun ini mungkin sebagian masih impor. Tapi setelah itu kami bikin produksi dalam negeri. Seperti elpiji itu, tabung gas," tukasnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengungkapkan, dengan pembatasan ini, maka nantinya kendaraan roda empat plat hitam tak akan bisa lagi menikmati premium. "Kendaraan pribadi mempersiapkan dari sekarang, yang kami rekomendasi bagi masyarakat yang berpenghasilan terbatas yang menggunakan kendaraan pribadi itu harus memikirkan program penghematan atau program mengkonversi kendaraan dengan energi gas atau LGV," katanya.
Menurut Agus, pemerintah ingin subsidi yang digelontorkan pemerintah tepat sasaran, artinya, bukan subsidi yang sifatnya terbuka dan bisa dinikmati oleh semua orang yang sejatinya tak berhak.
"Kita berharap ada upaya menjaga agar subsidi menjadi terarah," ucap Agus. "Jika tak ada pengendalian potensi kita melampaui pagu itu besar jadi memang harus dikendalikan," imbuhnya. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mundurkan Pemisahan Rekening
Redaktur : Tim Redaksi