Pembatasan Subsidi BBM Lebih Baik Ditunda

Selasa, 10 Januari 2012 – 19:07 WIB

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress), Marwan Batubara minta pemerintah untuk tidak memaksakan program pembatasan subsidi BBM tanpa memperhatikan dampak negatif dan kerugian masyarakat yang akan timbul.

Sebelum pemberlakuan pembatasan subsidi BBM pada 1 April mendatang, Iress mengingatkan pemerintah harus menyiapkan langkah-langkah solutif bersamaan dengan pelaksanaan program tersebut agar bisa mengurangi dampak negatif.

"Jika tidak, lebih baik prorgram tersebut ditunda. Jangan karena anggaran subsidi 2011 membengkak menjadi Rp167 triliun akibat terlampauinya kuota BBM bersubsidi, pemerintah bertindak reaktif dan memaksakan program pembatasan harus terlaksana," kata Marwan Batubara, di Jakarta, Selasa (10/1).

Dikatakannya, saat ini terkesan pemerintah hanya ingin mengambil langkah yang gampang karena memegang kekuasaan tanpa ingin susah melaksanakan kewajiban memenuhi hak rakyat terhadap transportasi publik yang layak.

"Angkutan publik tidak saja minim, tetapi juga diabaikan. Sarana jalan raya terbatas. Sebagian jalan raya dibangun dalam rangka memenuhi kepentingan pengusaha berbisnis jalan tol. Dengan begitu, pemerintah telah berlaku sewenang-wenang, tidak mempedulikan hak rakyat untuk memperoleh pelayanan," tegasnya.

Kita sadar bahwa subsidi harus dibatasi dan itu diberikan secara tepat sasaran, objektif dan berkeadilan. Namun perbaikan tidak cukup dengan program sederhana dan instan. "Oleh sebab itu, pemerintah perlu menyiapkan rencana pembatasan subsidi secara komprehensif, terinegrasi dengan energi bentuk lain, tahapan implementasi yang terukur, pembahasan seksama bersama DPR dan sosialisasi terbuka kepada masyarakat," ujarnya.

Menurut Marwan, terkesan program pembatasan BBM lebih merujuk pada gagasan dari Wamen ESDM, tanpa kesepakatan bersama. "Faktanya, WamenKeu menyatakan pemerintah belum siap menerapkan pembatasan konsumsi BBM di Jawa-Bali sejak April 2011, kecuali secara bertahap," katanya.

Namun Menko Perekonomian dan Menteri ESDM memastikan jadwal tersebut tidak akan molor. Karena itu Presiden SBY atau Menko Perekonomian perlu membereskan koordinasi internal pemerintah ini terlebih dahulu sebelum memaksakan program yang tampaknya jauh dari perencanaan matang dan terintegrasi.

Menyinggung program konversi BBM ke gas, Marwan menjelaskan bahwa itu salah satu cara terbaik untuk mengurangi subsidi BBM. "Selain lebih murah dibanding BBM, penggunaan gas lebih ramah lingkungan dan tersedia lebih banyak di dalam negeri sehingga mendukung upaya kemandirian energi," ujarnya.

Peningkatan penggunaan gas memang telah menjadi trend global di seluruh dunia. Namun sebelum program konversi dilaksanakan, berbagai prasyarat harus dipenuhi pemerintah baik dalam bentuk kebijakan atau aturan, maupun dalam bentuk program aksi, sarana dan anggaran, sarannya.

"Tanpa pemenuhan prasyarat, tidak pantas para pejabat pemerintah berbicara mempromosikan suatu program yang tidak jelas dasar perencanan dan pentahapannya. Kenapa tidak mengerjakan dulu PR sebelum angkat bicara?," pungkas Marwan Batu Bara. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembatasan BBM Bersubsidi Baru Siap di Jabodetabek


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler