Pembatik Muda Lebih Berani Bereksperimen

Kamis, 04 Juli 2013 – 15:16 WIB
Wamendikbud Wiendu Nuryanti (kanan) didampingi melihat karya batik di Kemdikbud, Kamis (4/7). FOTO: M Fathra Nazrul Islam/JPNN
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kembali menggelar lomba desain motif batik untuk kalangan mahasiswa. Selain dibanjiri peserta, motif batik yang diikutkan juga menunjukkan keberanian mereka untuk bereksperimen dengan motif baru.

Lomba desain motif batik dua tahunan ini merupakan yang kedua kalinya diselenggarakan. Tahun ini, pesertanya meningkat 70 persen. Saat pertama digelar, pesertanya hanya 341 pendaftar tahun 2011 dan kini menjadi 578 pendaftar dari 128 perguruan tinggi negeri dan swasta dari seluruh Indonesia.

Pemerhati batik sekaligus Wakil Ketua Yayasan Batik Indonesia, Sri Muniarti Widodo mengungkapkan dari karya-karya batik peserta lomba kali ini terlihat banyak motif-motif baru sesuai dengan kondisi kekinian, terutama karya pembatik muda yang menunjukan keberanian bereksperimen dan keluar dari pakem.

"Untuk motif sudah terus berkembang Ini justru menunjukkan perkembangan yang baik. Seperti motif rendang, bunga amarah. Namun untuk teknik membatik untuk batik cat maupun tulis, pakem tidak boleh ditinggalkan, misalnya penggunaan teknik perintang malam (lilin)." Ujar Sri Muniarti disela-sela pembukaan lomba di Kemdikbud, Kamis (4/7).

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, Ilah Sailah mengatakan, kecintaan mahasiswa di tanah air terhadap batik semakin meningkat seiring penghargaan yang diberikan oleh UNESCO dengan dimasukkannya batik ke dalam daftar representatif budaya tak benda warisan manusia.

"Saat ini program studi batik baru ada di Poltek Pekalongan. Tapi kita ingin lebih banyak perguruan tinggi yang mengembangkannya. Karena sebagian besar mahasiswa prodi batik tidka muda lagi, namun mereka punya ketertarikan menggali lebih jahu filosofi batik," ujar Ilah Sailah.

Agar kerajinan membatik tidak sekedar menjadi ajang lomba, Ditjen Dikti telah menjajaki ke Kementerian Hukum dan HAM supaya karya-karya batik diberikan hak cipta. Dengan demikian, kontribusi batik bagi penciptanya bisa menyokong perekonomian.

"Dengan begitu, kalaupun sebuah karya motif batik disukai dan ada yang berminat memproduksinya dalam skala besar, karya tersebut tidak dijual lepas agar pembuatnya mendapatkan royalti. Aartinya ada keberlanjutan," jelasnya.

Sementara itu Wakil Mendikbud bidang kebudayaan, Wiendu Nuryanti mengatakan secara ekonomi, pengakuan UNESCO terhadap batik terbukti memberikan dampak yang cukup besar. Di mana omset batik meningkat sekitar 300 persen atau sekitar Rp 10 triliun.

"Dampak ekonominya jelas. Saat ini kita sedang finalkan penghitungan serapan tenaga kerja di bidang perbatikan ini," pungkasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Alasan Memilih Seks Untuk Hidup Sehat

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler