"Memberi kuasa impor kedelai kepada segelintir orang tidak bisa dilepaskan dari peran oknum pemerintah. Sebab, kepada siapa saja izin impor kedelai diberikan hanya ditentukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan RI," kata Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, Minggu (29/7).
Karena itu, Bambang mengatakan, sebelum memberi sanksi hukum kepada anggota kartel kedelai sebagaimana perintah Presiden SBY, oknum pemerintah yang berada di balik kartel kedelai juga harus diperiksa. "Karena ada dugaan menyalahgunakan kekuasaan untuk memberikan monopoli impor kedelai," kata politisi Partai Golkar itu.
Ia menjelaskan, kekeringan di AS bisa diprediksi oleh Kementerian Perdagangan. Dari prediksi itu, bisa dirancang program pengadaan atau pengamanan stok kedelei hingga ke level yang aman. "Namun, prediksi tidak dilakukan secara efektif karena kewenangan memprediksi itu sudah ‘dirampas’ kartel kedelai," sesalnya.
Bambang menambahkan, tentu saja anggota kartel harus menyuap oknum pemerintah guna menghilangkan atau menghapus prediksi tentang kekeringan di AS, dengan segala risikonya bagi kegiatan produksi tahu-tempe di Indonesia. "Modus koruptif seperti inilah bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan penyelidikan," katanya.
Lagi pula, sambung dia, menurut Undang-undang (UU) anti monopoli, kartel dilarang karena menerapkan mekanisme perdagangan yang tidak sehat. "Setahu saya, larangan tentang kartel di Indonesia pun sudah dipertegas dalam pasal 11 UU Nomor 5 tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," paparnya.
Karena itu, Bambang menyatakan, menjadi aneh jika pemerintah atau oknum pemerintah melakukakn pembiaran atas eksistensi kartel kedelai di Indonesia. "Kartel sendiri secara umum dimaknai sebagai monopoli oleh sekelompok orang untuk mengatur produksi atau pengadaan barang, sekaligus menetapkan harganya," pungkas Wakil Ketua Umum Kadin itu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Ancam Pemudik Motor
Redaktur : Tim Redaksi