Pembiayaan KEK Mandalika Dinilai Tidak Akuntabel

Rabu, 16 Agustus 2023 – 14:43 WIB
Suasana Dialog Publik Kertas Kebijakan dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang diterbitkan dalam kemitraan bersama Green Network Asia berjudul “Perbaikan Penerapan Blended Finance dalam Proyek Pembangunan untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 Menuju Visi Indonesia 2045: Studi Kasus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika”. Foto: Humas INFID

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia masih menghadapi salah satu tantangan utama dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) pada 2030, yaitu masalah kesenjangan pembiayaan, termasuk dalam proyek pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.

Proyek pembangunan ini menggunakan skema Blended Finance atau pembiayaan campuran publik-swasta yang dinilai sebagai salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesenjangan pembiayaan TPB dan telah menjadi arus utama dalam strategi dan kebijakan pembiayaan pembangunan.

BACA JUGA: Erick Thohir Meresmikan 3 Proyek ITDC di KEK Mandalika

Namun, penerapan Blended Finance dalam proyek pembangunan KEK Mandalika belum akuntabel karena masih meninggalkan masyarakat terdampak proyek di belakang dan menimbulkan kerugian signifikan terhadap berbagai tujuan TPB.

Temuan ini terungkap dalam Kertas Kebijakan dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) yang diterbitkan dalam kemitraan bersama Green Network Asia berjudul “Perbaikan Penerapan Blended Finance dalam Proyek Pembangunan untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 Menuju Visi Indonesia 2045: Studi Kasus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika”.

BACA JUGA: Ingin Hapus Event WSBK, ITDC dan MGPA Diminta Angkat Kaki dari KEK Mandalika

Temuan penelitian dalam kertas kebijakan tersebut didasarkan pada perspektif dan pengalaman masyarakat terdampak proyek pembangunan KEK Mandalika dan organisasi masyarakat sipil yang menunjukkan masih banyaknya masalah sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola dalam proyek pembangunan KEK Mandalika.

Pertama, masalah sosial, yaitu pemiskinan, kerawanan pangan, kesejahteraan mental, putus sekolah, dan ketimpangan gender.

BACA JUGA: Sebaiknya Parkir Liar di KEK Mandalika Segera Dituntaskan ketimbang Ganggu Wisatawan

Kedua, masalah ekonomi, yaitu energi tidak terjangkau, minim pelatihan, hilangnya kemandirian, kesenjangan sosial, politik, dan ekonomi, dan kemitraan yang tidak efektif.

Ketiga, masalah lingkungan, yaitu ketersediaan air dan sanitasi, masyarakat tidak lagi dapat mempraktikkan tradisi kebudayaan, tidak ada laporan keberlanjutan, hilangnya akses ke laut dan lahan pertanian, dan pengerukan bukit-bukit.

Keempat, masalah hukum dan tata kelola, yaitu tidak ada transparansi dan akuntabilitas tata kelola, termasuk tata kelola keuangan.

“Transparansi dan akuntabilitas pembiayaan KEK Mandalika masih sangat lemah dan perlu ditingkatkan. Transparansi penerapan Blended Finance dalam proyek pembangunan KEK Mandalika sangat penting untuk memastikan akuntabilitas sumber-sumber pembiayaan, termasuk kredibilitas anggaran,” kata Badiul Hadi, Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan kertas kebijakan ini.

Organisasi masyarakat sipil mendorong peningkatan akuntabilitas penerapan Blended Finance dalam proyek pembangunan melalui pemantauan dan evaluasi menyeluruh serta perbaikan-perbaikan mendasar oleh semua pemangku kepentingan.

Marlis Afridah, Infid Research Fellow dan Founder Green Network Asia yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan kertas kebijakan ini mengatakan sangat penting bagi semua pemangku kepentingan untuk menegakkan prinsip-prinsip TPB seperti Pendekatan Berbasis Hak Asasi Manusia dan tidak meninggalkan seorang pun di belakang, prinsip-prinsip Bisnis dan HAM, dan prinsip-prinsip Blended Finance dalam proyek pembangunan untuk memastikan standar kualitas yang tinggi dan akuntabilitas.

Dengan demikian, proyek pembangunan bisa efektif mempercepat pencapaian TPB di Indonesia menuju Visi Indonesia 2045.

Berikut rekomendasi kebijakan untuk multipihak agar penerapan Blended Finance dalam KEK Mandalika akuntabel dan dapat mempercepat pencapaian TPB menuju Visi Indonesia 2045.

Untuk Pemerintah Pusat dan Daerah

Perlu mengintegrasikan Pemantauan dan Evaluasi KEK Mandalika ke Pemantauan dan Evaluasi pencapaian TPB di tingkat Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi NTB, dan nasional Indonesia.

Pertama, membuat dashboard khusus Blended Finance terintegrasi yang dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan dan publik secara real time, termasuk daftar proyek-proyek Blended Finance yang sudah berjalan dan akan ditawarkan untuk investasi.

Untuk pengelola KEK Mandalika (ITDC) harus membuat laporan keberlanjutan standar perusahaan publik yang mengungkap kemajuan, tantangan, dan keseluruhan kinerja perusahaan terkait proyek pembangunan KEK Mandalika, yang dibuktikan dengan penerbitan laporan keberlanjutan tahunan dan dapat diakses oleh publik.

Kemudian, meningkatkan tanggung jawab, transparansi, dan akuntabilitas perusahaan melalui berbagai mekanisme yang terukur, termasuk laporan keuangan rutin yang dapat diakses oleh masyarakat sebagai bentuk komunikasi publik terkait pengelolaan pembiayaan, pengembalian komersial, dan hasil pembangunan.

Untuk lembaga donor, filantropi, bank pembangunan multilateral, dan investor swasta menilai laporan TPB oleh pemerintah dan laporan keberlanjutan oleh ITDC sebagai dasar kebijakan untuk menyalurkan pembiayaan ke KEK Mandalika. 

Selanjutnya, melakukan klarifikasi dan konfirmasi terhadap klaim-klaim keberlanjutan dalam pelaksanaan proyek pembangunan melalui uji tuntas, Pemantauan dan Evaluasi rutin sebagai bahan koreksi dengan melibatkan ahli dan praktisi independen, khususnya untuk proyek pembangunan dengan risiko sosial dan lingkungan yang tinggi seperti KEK Mandalika.

Selanjutnya, menyalurkan pembiayaan untuk investasi yang sesuai konteks kebutuhan masyarakat lokal, seperti inklusi finansial untuk pemberdayaan perempuan dan UMKM di KEK Mandalika. Ini merupakan peluang investasi yang relevan dan prospektif mendukung pariwisata berkelanjutan.

Mekanisme pengaduan yang ada selama ini belum efektif, sangat penting untuk membuka ruang-ruang pengaduan yang mudah dijangkau, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat terdampak proyek sesuai profil sosial dan ekonomi mereka.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler