jpnn.com, BOGOR - Satpol PP Kota Bogor membatalkan rencana pembongkaran Pasar Tumpah di Jalan Merdeka, Bogor Tengah, Kota Bogor.
Kasatpol PP Bogor Kota, Agustiansyah menyebutkan alasan Forkopimda menunda pembongkaran ialah pertimbangan kondusifitas menjelang pilkada.
BACA JUGA: Mak-Mak Majelis Taklim Dukung Rena Da Frina Pimpin Kota Bogor
"Pedagang pun meminta penundaan sampai lebaran tahun depan, cuma tidak kami berikan. Jadi, penundaan pembongkaran itu akan kami lakukan setelah penghitungan suara pilkada. Tetap akan kami bongkar, kami sudah menjumpai perwakilan pedagang kemarin," ujar Kasatpol PP Bogor Kota Agustiansyah saat dihubungi JPNN.com, Minggu (17/11)
Akibat pembatalan pembongkaran itu, warga yang dengar kabar tersebut kesal dan akan gelar demo.
BACA JUGA: Preman Pasar Tumpah Bogor Provokasi Tolak Penggusuran, IPW: Polisi Jangan Kalah
Dadang Sudrajat, salah satu warga mengungkapkan rasanya aneh kalau pembatalan pembongkaran dengan alasan kondusifitas.
"Kalau alasannya karena pilkada supaya kondusif, harusnya preman-preman itu ditangkap bukan dilepas begitu saja kayak kelompok Jupri Cs," tutur Dadang saat dihubungi.
Dadang mengatakan dengan dibongkarnya pasar, warga dan pedagang lebih merasa aman dan nyaman karena tidak ada lagi pungli.
"Ini sama aja mereka takut dengan preman, hanya saja pakai dalil pilkada. Padahal sudah jelas-jelas kelakuan kelompok Jupri itu sangat meresahkan masyarakat," imbuhnya.
Kusnadi mengatakan kalau warga dan pedagang sudah satu suara menolak aksi premanisme serta provokasi dari keberadaan pasar tumpah tersebut.
"Sekarang kalau ditunda sama saja membiarkan mereka untuk kembali kuasai pasar. Karena aksinya mereka diam-diam nanti setelah provokasi berhasil baru mereka melakukan intimidasi pedagang terang-terangan," kata Kusnadi.
Kusnadi juga mengatakan warga dan pedagang sudah ada rencananya bantu proses pembongkaran.
Dia menyebutkan rencana itu sebagai bentuk kalau warga dan pedagang bisa kondusif.
"Atau jangan ada perintah dari orang yang tidak terlihat karena berafiliasi dengan kelompok Jufri?. Ini aneh, karena dari pedagang dan warga sudah setuju pembongkaran," jelasnya.
Di sisi lain, Asep, salah satu warga merespons kabar penundaan itu dengan rencana gelar aksi demo.
Rencananya aksi demo itu akan dilakukan di depan pasar hingga ke Balaikota.
"Akan ada 500 warga yang turun ke jalan merdeka dan 1.500 orang ke Balaikota dalam waktu dekat. Kami ingin mempertanyakan alasan pembatalan pembongkaran. Kalau memang tidak bisa bongkar, apa perlu kami yang bongkar," kata Asep.
Asep mengatakan saat ini semua kelompok tengah bersiap untuk demo.
"Sekarang kami tidak mau sekedar janji, tetapi bukti nyata," tuturnya.
Pengamat tata kota Yayat Supriyatna menjelaskan semua aksi premanisme yang terjadi di pasar itu karena adanya underground ekonomic di kota.
"Jadi, ada bisnis ekonomi yang menjadi kebutuhan bagi kelompok informal, bagi mereka-mereka yang termarjinalkan tidak punya aset, tidak punya tempat, dan tidak punya power," kata Yayat dalam tayangan salah satu stasiun TV swasta, Sabtu (16/11).
Yayat menyebutkan orang-orang tersebut membutuhkan sandaran yang dipegang oleh aktor-aktor yang merasa punya kuasa tersebut.
"Kita, kan terus terang saja di ruang (kota, red) ini, kan, dulu banyak bentrok antarkelompok preman memperebutkan jasa keamanan dan parkir," jelasnya.
"Jadi ketika ada kuasa yang bukan negara menguasai kota, ya, tidak bisa apa-apa. Aparat pun harusnya memahaminya, tetapi alasannya selalu kurang personil, kurang anggaran," lanjutnya.
Yayat menuturkan kalau negara tidak menegakkan aturan, para preman tersebut akan terus berkuasa.
"Mereka akan berkuasa atau masyarakat akan punya pesimisme. Ada persoalan distrust atau runtuhnya kepercayaan. Jadi, jika negara tidak hadir, kepercayaannya runtuh. Keamanan dan premanisme itu bisa diatasi itu tergantung trust yang dibangun oleh pemilik kuasa atas ruang itu misalnya wali kota, bupati, kepolisian, dan keamanan," pungkas Yayat.(mcr8/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra