Pabrik pembuat sepatu tentara Australia dalam Perang Dunia I dan II hingga kini masih berproduksi di Kota Goulburn, negara bagian New South Wales. Pabrik ini didirikan tahun 1850 dan dibeli oleh Henry Baxter tahun 1885.
Kini pabrik Baxter Boots itu dijalankan oleh generasi keempat. Dirutnya, Marshall Baxter, mengatakan pabrik ini masih membuat sepatu yang sama dengan yang dibuat untuk tentara Australia selama PD I.
BACA JUGA: Australia Akan Buka Keran Impor Mobil untuk Pembelian Pribadi
"Menurut catatan pabrik kami membuat sekitar 400 sepatu tentara selama PD I," katanya kepada ABC.
BACA JUGA: Model Pria Asal Melbourne yang Gabung ISIS Tewas di Suriah
Pekerja pabrik Gordon Pooley (kiri) dan Max Redman (tengah) bersama Dirut Marshall Baxter menunjukkan contoh sepatu buatan abad 19. (Foto: ABC)
"Sepatu yang dibuat di pabrik ini selama PD I masih sama dengan sepatu yang dibuat hari ini untuk sekolah militer di Duntroon," jelas Baxter.
BACA JUGA: Mantan Jurnalis TV ini Hendak Mendirikan Negara Aborigin Yidindji
"Bedanya hanya jenis kulit yang digunakan. Tapi desain dan solnya masih sama," tambahnya.
Ia menjelaskan di masa jayanya pabrik ini mempekerjakan ratusan orang. Bahkan, lokasi pabriknya memiliki lapangan kriket sendiri. Pabrik ini juga pernah memiliki klub sosial sendiri yang giat mengadakan acara dansa dan piknik.
Seorang pekerja di pabrik ini Gordon Pooley (76 tahun) mengaku telah bekerja sejak tahun 1954 saat ini masih usia 15 tahun. "Saya ikut jejak ayah dan kakek saya yang juga bekerja di sini," katanya.
Di masa jayanya Baxter Boots membuat 400 pasang sepatu perhari untuk tentara Australia. (Foto:Baxter Boots).
Selama bekerja di tempat ini, Pooley mengaku adanya hubungan bersaudaraan yang begitu kuat di antara pekerja dan keluarga Baxter.
"Ayah Marshall sangat luar biasa," kata Pooley. "Dia banyak membantu. Kita bisa datang langsung mengadu jika ada masalah."
Kini Pooley tidak lagi terlibat langsung membuat sepatu, namun tetap bekerja di pabrik ini sebagai petugas kebersihan.
"Pabrik ini selalu terasa seperti sebuah keluarga. Kami semua bahagia," ujarnya.
Pekerja pabrik Scott Butler mengerjakan sol sepatu. (Foto: ABC).
Pekerja lainnya Max Redman (75) mengaku telah bekerja di sini selama 46 tahun, dengan keahlian pada kulit sepatu.
Keterampilannya masih terlihat dalam memotong kulit sepatu dengan cara tradisional meskipun kini bantuan mesin sudah semakin mempermudah pekerjaan di pabrik itu.
Baxter Boots telah melewati pasang surut termasuk termasuk krisis keuangan di awaltahun 1960an.
Saat itu, pemerintah New South Wales menyelamatkan pabrik ini dengan memberikan bantuan pinjaman selama 20 tahun.
Namun, di tahun 1970an dan 1980an, pabrik ini kembali mengalami masalah akibat penghapusan bea impor.
"Akibatnya, produk sepatu di Australia menjadi jauh lebih mahal daripada sepatu yang datang dari luar," kata Marshall Baxter.
"Kami harus mengambil keputusan sebab jika ingin bertahan di sektor manufaktur di Australia tentu saja kami akan bangkrut,' jelasnya.
Sepatu yang baru saja selesai dibuat. (Foto: ABC).
Karena itulah, kini sekitar 90 persen produksi sepatu Baxter dikerjakan di China, namun sekitar 10 ribu pasang sepatu dan sepatu boot masih diproduksi di pabrik Goulburn setiap tahun.
Selain sepatu tentara untuk taruna di sekolah militer Duntroon, pabrik ini juga menyuplai sepatu untuk polisi, pemadam kebakaran, serta Australian Federation Guard.
Pernah pula mereka membuat sepatu untuk digunakan dalam film.
"Kami bersyukur karena masih bisa menjalankan pabrik ini dan menjaganya tetap dalam kepemilikan keluarga," kata Marshall Baxter.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Agung Indonesia Tolak Temui Pengacara Duo Bali Nine