JAKARTA – DPR RI dan pemerintah telah mengambil keputusan akhir tentang Rancangan Undang-undang Organisasi Kemsyarakatan (RUU Ormas). Tak lama lagi RUU yang diketok palu dalam paripurna DPR, siang tadi itu bakal diberlakukan menjadi undang-undang.
Namun, kontroversi masih membayangi karena ada pihak-pihak yang tidak puas ataupun menolak pengesahan RUU Ormas. Namun karena RUU itu sudah diketok palu, pemerintah pun menyarankan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan keberadaan pemberlakuan UU Ormas untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya kira itu adalah hak. Jadi silahkan saja diajukan,” ujar Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Dirjen Kesbangpol) Kemendagri, Tanribali Lamo, di Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Tanri, pemerintah maupun Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas sedari awal telah memersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan uji materi atas UU Ormas. Karenanya, pembahasan setiap pasal RUU Ormas dilakukan semaksimal mungkin agar tidak menabrak konstitusi.
“Kami di Pansus sudah waspadai sejak awal saat pembahasan pasal per pasal. Jadi kita siap,” katanya.
Tanri menambahkan, pasca-pengesahan RUU Ormas maka pemerintah segera mengeluarkan aturan turunannya, yakni dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Salah satu yang jadi perhatian pemerintah adalah penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Menurutnya, Kemendagri akan mengeluarkan SKT paling lambat tujuh hari asalkan sebuah ormas sudah melengkapi semua persyaratan. “Ormas yang SKT sudah mati tapi tidak diperbaharui, itu juga menjadi masukan kami untuk dibahas di PP," sebutnya.
Bagaimana dengan sanksi bagi ormas pelaku anarkistis? Bekas Asisten Personel KSAD itu mengatakan, hal itu sudah diatur dalam Pasal 59 UU Ormas. "Kalau terbukti (anarkistis, red), tentu akan menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk menindak. Jadi ada hak dan kewajiban yang harus dipatuhi ormas. Sanksi terberat adalah pembubaran ormas, tapi itu pun tidak sewenang-wenang oleh pemerintah. Kalau berbadan hukum, itu melalui putusan MA (Mahkamah Agung), kalau SKT melalui pendapat hukum,” ujarnya.(gir/jpnn)
Namun, kontroversi masih membayangi karena ada pihak-pihak yang tidak puas ataupun menolak pengesahan RUU Ormas. Namun karena RUU itu sudah diketok palu, pemerintah pun menyarankan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan keberadaan pemberlakuan UU Ormas untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya kira itu adalah hak. Jadi silahkan saja diajukan,” ujar Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Dirjen Kesbangpol) Kemendagri, Tanribali Lamo, di Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Tanri, pemerintah maupun Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas sedari awal telah memersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan uji materi atas UU Ormas. Karenanya, pembahasan setiap pasal RUU Ormas dilakukan semaksimal mungkin agar tidak menabrak konstitusi.
“Kami di Pansus sudah waspadai sejak awal saat pembahasan pasal per pasal. Jadi kita siap,” katanya.
Tanri menambahkan, pasca-pengesahan RUU Ormas maka pemerintah segera mengeluarkan aturan turunannya, yakni dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Salah satu yang jadi perhatian pemerintah adalah penerbitan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Menurutnya, Kemendagri akan mengeluarkan SKT paling lambat tujuh hari asalkan sebuah ormas sudah melengkapi semua persyaratan. “Ormas yang SKT sudah mati tapi tidak diperbaharui, itu juga menjadi masukan kami untuk dibahas di PP," sebutnya.
Bagaimana dengan sanksi bagi ormas pelaku anarkistis? Bekas Asisten Personel KSAD itu mengatakan, hal itu sudah diatur dalam Pasal 59 UU Ormas. "Kalau terbukti (anarkistis, red), tentu akan menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk menindak. Jadi ada hak dan kewajiban yang harus dipatuhi ormas. Sanksi terberat adalah pembubaran ormas, tapi itu pun tidak sewenang-wenang oleh pemerintah. Kalau berbadan hukum, itu melalui putusan MA (Mahkamah Agung), kalau SKT melalui pendapat hukum,” ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kades Tidak Akan Diangkat jadi PNS
Redaktur : Tim Redaksi