jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah berencana akan menghapus kredit macet segmen Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM) di bank.
Upaya itu dinilai sebagai salah satu solusi mendorong laju pertumbuhan kredit kepada UMKM dan ekonomi makin cepat pulih pascakrisis akibat pandemi.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat Nilai Penguatan Data UMKM Penting Dilakukan, Ini Alasannya
Direktur Utama BRI Sunarso menyambut baik dan mendukung kebijakan pemerintah tersebut.
"Sejak 2021, perseroan telah mengusulkan kepada regulator untuk me-review soal ketentuan terkait hapus buku kredit dan tagih piutang (write-off) bagi UMKM," kata Sunarso di Jakarta, Rabu (19/7).
BACA JUGA: Gus Muhaimin dapat Dukungan Jadi Presiden 2024 dari Komunitas UMKM di Bogor
Menurutnya, segmen UMKM, khususnya mikro dan ultra mikro, masih memiliki peluang besar dalam pembiayaan. Kendati demikian di segmen UMKM sendiri masih ada masalah meminjam dan tidak terbayar.
Di sisi lain BRI yang merupakan bank pemberdaya UMKM sekaligus perusahaan milik negara, tidak berani menghapuskan kredit macet tersebut karena dapat masuk sebagai aset negara.
BACA JUGA: Mengoptimalkan UMKM di Kelurahan Tengah Lewat Pemanfaatan Media Digital
“Maka butuh policy seperti rencana pemerintah tersebut, sehingga akan menambah daya jelajah dan konsumsi kredit UMKM di masa yang akan datang. Kami telah lama memperjuangkan hal ini (hapus buku dan hapus tagih), jadi kami menyambut baik rencana tersebut,” ujar Sunarso.
Saat ini kontribusi UMKM terhadap PDB berada di sekitar 60 persen dan menyerap 96 persen tenaga kerja nasional.
Dengan demikian, dukungan dengan memberikan pendanaan kepada UMKM akan mendorong roda perekonomian Indonesia.
Hingga kuartal I/2023, BRI berhasil mencatat pertumbuhan kredit di sektor UMKM sebesar 9,6 persen year on year (yoy) dengan nominal mencapai Rp 989,6 triliun. Jumlah tersebut mengambil porsi 83,86 persen dari total kredit BRI.
Adapun motor utama pertumbuhan kredit BRI adalah segmen mikro yang mencapai 11,18 persen yoy. BRI sendiri menargetkan porsi kredit UMKM dapat terus tumbuh hingga mencapai sekitar 85 persen dari total portofolio kredit perseroan pada 2024.
"Kebijakan itu bisa membantu segmen UMKM lebih berani mengakses pendanaan. Hal itu akan mendorong pertumbuhan kredit yang diproyeksikan pemerintah untuk dapat mendorong roda perekonomian di tataran pelaku ekonomi akar rumput," beber Sunarso.
Seperti diketahui, Presiden RI Joko Widodo akan menghapus kredit macet UMKM. Hal itu telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Senada dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan telah membahas restrukturisasi UMKM, khususnya restrukturisasi terkait kredit, termasuk penghapus bukuan dan tagihan. Perundangannya pun sudah siap.
“Rasanya memang perlu menambah kelincahan untuk menumbuhkan kredit di UMKM. Berarti masalah-masalah yang historically bahwa masih ada kredit bermasalah di UMKM, yaitu harus kita selesaikan. Itu mungkin secara kebijakan,” lanjut Sunarso.
Selain restrukturisasi, bank atau non-bank pun telah melakukan upaya penagihan secara optimal, tetapi tidak berhasil.
Adapun dalam Pasal 251 UU PPSK, kerugian yang dialami oleh bank atau non-bank BUMN dalam melaksanakan hapus buku tersebut merupakan kerugian masing-masing perusahaan.
UU PPSK juga mengatur kerugian bukan termasuk kerugian keuangan negara, sepanjang dapat dibuktikan yang dilakukan berdasarkan itikad baik, sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan mengacu pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul