Pemerintah Didesak Hentikan Bayar Bunga OR

Kamis, 17 Mei 2012 – 03:05 WIB

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmito Hadinagoro mendesak pemerintah segera menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi (OR) dari APBN yang mencapai Rp60 triliun per tahun sampai 2040. Akibat beban pembayaran utang yang teramat besar, APBN tidak mampu menjadi lokomotif pembangunan. Pada saat yang sama, pemerintah justru mati-matian mengurangi, bahkan mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) karena dianggap mendistorsi pembangunan ekonomi.

“Ini suatu bentuk ketidakadilan yang sangat luar biasa. Untuk mensubsidi perbankan, pemerintah rela mengguyurkan uang pajak sebesar Rp60 triliun setiap tahun. Sebaliknya kalau buat subsidi BBM pemerintah justru berniat menghapuskannya. Sebagai pembayar pajak, saya tidak rela uang rakyat dipakai mensubsidi para bankir yang sudah sangat kaya-raya. Karenanya, pemerintah harus segera menghentikan pembayaran bunga OR sebesar Rp60 trilliun setiap tahun,” kata Sasmito Hadinagoro, di Jakarta, Rabu (16/5).

Saat kriris moneter menerjang pada 1998 lanjut Sasmito, banyak perbankan Indonesia kolaps. Untuk menyelamatkan bank-bank tersebut, pada 1999 pemerintah menyuntikkan modal (merekapitalisasi) dalam bentuk Obligasi Rekap dengan dana mencapai Rp655 triliun.

Tiga staf sekretariat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), yaitu Gatot Arya Putra, Ira Setiati dan Damayanti di tahun 2002 mengembangkan enam skenario tentang pembengkakan kewajiban pemerintah untuk membayar cicilan utang pokok dan bunganya.


"Skenario terbaik, kalau setiap lembar OR dapat dibayar tepat pada waktunya. Dalam hal ini, kewajiban pemerintah akan mencapai Rp1.030 triliun. Jumlah ini terdiri atas Rp430 triliun utang pokok dan Rp600 triliun untuk bunga," kata dia.

Skenario terburuknya, jika terjadi penundaan pembayaran setiap lembar OR yang jatuh tempo, maka jumlah kewajiban pemerintah akan membengkak luar biasa besar, hingga jumlah mencapai Rp14.000 triliun. "Namun karena analisis mereka yang dimuat di majalah BPPN itulah, ketiganya justru dipecat," ungkap Sasmito Hadinagoro. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua DPD: Paradigma APBN Keliru


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler