jpnn.com, JAKARTA - Angggota Komisi VI DPR RI, Hj Nevi Zuairina pada momen Hari UMKM Nasional yang diperingati setiap tanggal 12 Agustus 2020 meminta kepada pemerintah untuk dapat mempercepat realisasi penyaluran Bantuan UMKM terutama yang terdampak Covid-19.
Hingga hari ini, Wabah Covid-19 masih belum sepenuhnya bisa dikendalikan pemerintah. Kasus warga terinfeksi positif Covid-19 bahkan terus meningkat.
BACA JUGA: Dorong Digitalisasi UMKM, BTN Targetkan Sasar Seribu Debitur
Nevi mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun sudah minus 5,32 persen pada kuartal II 2020 kemarin (data BPS).
Angka itu berbanding terbalik dibandingkan kuartal II 2019 sebesar 5,05 persen. Juga berbanding terbalik bila dibandingkan ekonomi kuartal I 2020 yang masih tumbuh sebesar 2,97 persen.
BACA JUGA: PT PP Dukung Kemajuan UMKM di Indonesia
“Merosotnya perekonomian Nasional ini sangat memukul Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang selama ini menopang perekonomian Nasional. Tercatat sumbangan UMKM terhadap perekonomian Indonesia adalah menyerap hingga 89,2 persen dari total tenaga kerja, menyediakan hingga 99 persen dari total lapangan kerja dan menyumbang 60,34 persen dari total PDB nasional" katanya dalam keterangan persnya, Selasa (11/8).
Legislator Asal Sumatera Barat II ini menyayangkan performa UMKM yang sangat berpotensi besar ini belum menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Memang pemerintah telah menganggarkan Rp123,46 triliun untuk bantuan UMKM terdampak Covid-19, tetapi realisasinya masih sangat kecil.
BACA JUGA: DPR: Tumpang-tindih Pengelolaan Perhutanan Sosial Memicu Bencana Jangka Panjang
Hingga 21 Juli 2020, penyaluran bantuan UMKM terdampak COVID-19 tercatat baru sekitar 9,59% dari target Rp 123,46 triliun. Perubahan transaksi dari offline menjadi online pun hingga hari ini masih sangat kecil, hampir tidak ada perubahan. Dengan pembatasan yang ketat, para pelaku UMKM semakin tertekan untuk bertahan, apalagi harus berkembang.
"Program bantuan bagi UMKM ini sebenarnya sudah masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), tetapi realisasi penyalurannya masih sangat lambat. Pemerintah perlu segera Percepat Belanja Pemerintah dan Pencairan BLT untuk Akhiri Resesi," pinta Nevi.
Nevi melanjutkan, dana PEN untuk UMKM yang ditempatkan di Bank Himbara sudah mencapai Rp.30 triliun (sesuai PMK Nomor 70 Tahun 2020), tapi yang diserap baru untuk UMKM Rp11,38 triliun dengan total 178.056 debitur.
"Ini patut dipertanyakan apa sesungguhnya persoalannya, apakah karena persyaratan yang berbelit-belit sehingga UMKM belum bisa mengakses anggaran yang disediakan Negara", kritisnya.
Nevi membeberkan, bahwa di DPR-RI, Fraksi PKS telah memperjuangkan pencairan dana PMN untuk bantuan UMKM tahun 2020, melalui 3 BUMN yaitu PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Jamkrindo dan Askrindo. Ini perlu dioptimalkan pemberdayaan dan perlindungan UMKM.
"Di Hari UMKM Nasional ini, saya mengapresiasi PT PNM, dimana BUMN Persero ini telah menyalurkan dana yang dibutuhkan UMKM hingga Rp7,65 triliun lewat pembiayaan program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (rilis PT. PNM 2020) dengan kinerjanya yang sangat istimewa. Angka kredit macetnya atau non performing loan (NPL) di level aman yaitu 1,62% (data PT. PNM Mei 2020). NPL KURnya bahkan hanya 1,18% di akhir Mei 2020. Khusus daerah Sumatera Barat, Total yang sudah disalurkan kepada 192 ribu pelaku UMKM di sumbar,” kata Nevi mengapresiasi.
Nevi mengutarakanFraksi PKS terus memperjuangkan pengembangan UMKM pada pembahasan RUU Cipta Kerja yang sedang berlangsung. Salah satunya dalam Pasal 99 ayat (1) RUU Cipta Kerja disebutkan.
“Dalam rangka pengajuan fasilitas pembiayaan dari pemerintah, usaha mikro diberikan kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan di dalam ketentuan tersebut pemerintah hanya memberikan insentif berupa kemudahan/penyederhanaan administrasi perpajakan saja.
"Fraksi kami memperjuangkan adanya insentif perpajakan dan insentif lainnya berupa kemudahan mendapat legalitas usaha, kemudahan pembiayaan dan penjaminan, insentif perpajakan termasuk bagi wirausaha sosial seperti usaha milik pesantren dan ormas keagamaan, kemudahan mendapatkan bahan baku, kemudahan dalam mengakses pasar, pembebasan kewajiban menanggung iuran BPJS, serta terbebas dari kewajiban menerapkan upah minimum regional,” tutup Nevi Zuairina.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich