“Trisakti didirikan oleh pemerintah pada 1965. Oleh karenanya saya berpendapat aset Trisakti sebaiknya diambil kembali oleh pemerintah,” ujarnya dalam diskusi publik yang digelar Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama, Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), di Jakarta (3/12).
Meski demikian diakuinya, mengambilalih Usakti memang akan membuat negara ikut menanggung keuangannya. Namun ia yakin DPR akan meenyetujui langkah pemerintah mengambilalih Usakti demi manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
Syamsul justru heran dengan pihak-pihak yang menolak Usakti dinegerikan. "Justru jika ada pihak yang menolak Trisakti dinegerikan, harus dipertanyakan kepentingan di balik itu," ujarnya.
Ditegaskannya, justru jika pemerintah mengambilalih Usakti maka kisruh antara pihak yayasan dengan rektorat akan segera terselesaikan. “Dan lagi dengan status negeri, biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh mahasiswa juga nantinya akan menurun. Jelas ini akan menguntungkan seluruh civitas akademika usakti,” ujarnya.
Pandangan yang sama juga dikemukakan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI, Marwan Effendi. “Sekarang kuncinya ada di pemerintah, mau tidak mengambilalih Trisakti beserta asetnya,” ujarnya.
Namun Ketua Forum Komunikasi Karyawan Usakti, Advendi Simangunsong, menilai SK Mendikbud yang menjadi dasar hukum putusan Mahkamah Agung tentang penyelesaian sengketa Trisakti justru cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Hal tersebut ditandai dikeluarkannya Keputusan Pengadilan Jakarta Timur tertanggal 15 Juni 2011 lalu.
“Dan lagi jika putusan MA dilaksanakan, sama saja membubarkan Universitas Trisakti, karena seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa juga termasuk ke dalam amar putusan MA tersebut,” tegasnya.
Oleh karena itu Wakil Ketua II Bidang Eksternal Komnas HAM Nurkholis, menilai langkah penyelesaian melalui eksekusi putusan MA justru tidak tepat. Alasannya, eksekusi biasanya menimbulkan korban.
“Terlebih yang paling kami takutkan ini terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi. Jadi kami bukan tidak menghormati lembaga lain, kami hanya tidak ingin terjadi peristiwa yang tidak diinginkan terjadi. Sebab itu kami tidak merekomendasikan dilakukannya eksekusi,” ujarnya.
Menanggapi usulan merubah status kampus, pihak Kemendikbud sendiri menyambutnya dengan baik. Namun disadari langkah tersebut tidak mudah.
Menurut Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Ditjen Dikti, Achmad Jazidie, Kemendikbud akan kembali menggelar pertemuan yang sama dengan mengundang semua pihak yang berkepentingan.
Sebagaimana diketahui, konflik Trisakti bermula saat Thoby Mutis selaku rektor mengganti status kampus dengan menghapus nama Yayasan sebagai pemilik. Tak terima dengan langkah rektorat, pengurus yayasan mengajukan upaya hukum.
Status Thobi Mutis yang sempat dikuatkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dimentahkan oleh Mahkamah Agung setelah pihak yayasan mengajukan kasasi. Dalam putusannya MA menganggap pihak yayasan sebagai pemilik sah Usakti.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjurusan SMA Dimulai Kelas X
Redaktur : Tim Redaksi