Pemerintah Didesak Tetapkan OPM Sebagai Organisasi Teroris

Jumat, 15 Januari 2021 – 21:25 WIB
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) Efriza dalam Webinar bertajuk "OPM sebagai Organisasi Teroris". Foto: tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menetapkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai organisasi teroris karena tindakannya selama ini tidak hanya menyuarakan perlawanan terhadap negara namun juga melakukan aksi teror terhadap warga di Papua.

Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) Efriza dalam Webinar bertajuk "OPM sebagai Organisasi Teroris" pada Jumat (15/1/2021).

BACA JUGA: Saran Senator Papua Barat untuk Calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo

Efriza mengatakan sudah sangat layak apabila OPM ditautkan sebagai organisasi teroris karena aksi yang dilakukan selama ini bukan hanya memakan korban dari kalangan aparat keamanan tapi juga masyarakat Papua.

"OPM selama ini menolak secara tegas Otonomi Khusus (Otsus) Papua dan meminta agar Papua merdeka penuh dari Indonesia," katanya.

BACA JUGA: Simak, Instruksi Mayjen TNI Ignatius Yogo Triyono Kepada Prajurit Garnizun di Nabire Papua

Dia mengingatkan masyakarat aksi teror yang dilakukan OPM misalnya Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) OPM daerah 8 Intan Jaya membakar pesawat misionaris milik PT MAF pada awal Januari 2021.

Aksi teror OPM, menurut dia juga dilakukan terhadap langkah pembangunan pemerintah di Papua dengan membunuh belasan karyawan PT Istaka Karya yang sedang mengerjakan proyek Jalan Trans Papua di Nduga pada 2018.

BACA JUGA: Biadab! KKB Bakar Pesawat di Intan Jaya, Bagaimana Nasib Pilot dan Penumpang?

“Kekejaman OPM sering kita lihat saat mereka menembak heli milik TNI yang sedang mengevakuasi prajurit dan membawa logistik ke daerah pedalaman Papua. Lalu pembacokan pada tukang ojek di Intan Jaya," ujarnya.

Dia mengatakan Presiden Jokowi secara tegas bentuk nyata kehadiran negara diimplementasikan dengan pendekatan kesejahteraan melalui pemberian dana Otsus yang ditingkatkan dan berbagai pembangunan infrastruktur.

Namun di sisi lain, dia mengatakan tindakan OPM malah berseberangan dengan sikap pemerintah yaitu dengan menunjukkan perlawanan untuk menunjukkan ketidaksetujuan mereka apabila Papua sejahtera.

Karena itu Efriza menilai selain menggunakan pendekatan kesejahteraan, perlu juga dibarengi dengan pendekatan militer untuk memberikan keamanan dan keselamatan bagi masyarakat Papua dengan memasukkan OPM sebagai organisasi teroris di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Konsekuensinya ketika jadi organisasi teroris maka tidak dapat diintervensi negara PBB dan untuk membatasi ruang gerak OPM misalnya tidak dapat sumbangan dana dari negara luar. Selain itu berimplikasi bertambah konflik karena OPM akan tunjukkan identitas karena itu butuh penguatan militer diperlukan negara damai," katanya.

Dalam Webinar tersebut, Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan selama ini label teroris selalu ditujukan pada kelompok yang melakukan aksi teror dengan menggunakan simbol keagamaan.

Namun menurut dia masyarakat kurang "aware" pada aksi teror OPM yang selama ini dilakukan telah memakan korban baik dari kalangan aparat keamanan dan masyarakat sipil Papua.

"Varian radikalisme di Indonesia bisa dikategorikan pada tiga hal yaitu dalam hal politik, keyakinan, dan tindakan. Kategori Politik dan tindakan bisa dilihat pada OPM yaitu tindakan brutal yang menyebarkan aksi teror," ujarnya.

Menurut dia, meskipun aksi teror OPM tidak berbasis pada simbol keagamaan namun lebih pada aspek geografis, dan itu justru lebih berbahaya karen kalau dibiarkan terus-menerus akan menghabisi wilayah Republik Indonesia.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Willem Wandik menyarankan agar pemerintah Indonesia lebih baik memperkuat diplomasi di level lokal dan internasional untuk membendung isu-isu Papua.

Dia juga meminta pemerintah fokus pada penyelesaian masalah di Papua seperti marginalisasi, infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan rendahnya tingkatnya partisipasi masyarakat, integrasi sosial-budaya.

"Kekerasan politik secara luas yang belum benar-benar diatasi dan pelanggaran hak asasi manusia seperti di Nduga, Wamena, Intan Jaya, dan masih banyak lagi yang perlu menjadi fokus pemerintah jika ingin stabilitas sosial di Papua terjaga," ujarnya.

Selain itu dia menilai pendekatan dialog tetap harus dilakukan pemerintah meskipun saat ini tidak ada pendekatan baru untuk menciptakan perdamaian di Papua.

Willem mencontohkan keberhasilan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan mengedepankan dialog.

Namun dia mengingatkan, dialog tersebut tetap harus dalam kerangka prinsip kesetaraan dan mengurangi ego masing-masing pihak demi terwujudnya kedamaian di Bumi Cenderawasih.(fri/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler