Pemerintah Diminta Segera Lakukan Kajian Ilmiah Tentang Rokok Elektrik

Jumat, 08 November 2019 – 18:35 WIB
Ilustrasi. Rokok elektrik/vape. Foto Drake

jpnn.com, JAKARTA - Ketua APVI Aryo Andrianto meminta pemerintah untuk melakukan kajian serius terkait rokok elektrik. Menurutnya, hal tersebut penting untuk menentukan kebijakan atas produk tembakau alternatif (PTA) itu karena di sejumlah Negara terbukti mampu menjadi solusi menurunkan angka prevalensi perokok aktif.

”Kami mengajak pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan kajian ilmiah," ungkap Aryo Andrianto, di Jakarta, baru-baru ini.

BACA JUGA: Benarkah Rokok Elektrik Bisa Membahayakan Kesuburan Wanita?

Kajian ilmiah dinilai penting dilakukan seiring munculnya wacana pelarangan rokok elektrik di Indonesia. Ia mengatakan bahwa kebijakan yang baik harus berdasarkan kajian yang matang dan berlandaskan fakta ilmiah. ”Mudah-mudahan segera ada jawaban dari Kemenkes,” ujarnya.

Menurut Aryo, rokok elektrik sudah menjadi bagian dari industri yang berkontribusi terhadap Negara. Pada 2018, setoran cukai dari rokok elektrik mencapai sekitar Rp500 miliar. ”Ditargetkan tahun ini Rp2 triliun. Mudah-mudahan tercapai. Itu sumbangsih ke Negara,” ungkap Aryo.

BACA JUGA: Ini Persamaan dan Perbedaan Rokok Elektrik dengan Produk Tembakau yang Dipanaskan

Atas dasar itu pula, Aryo meminta rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012 dibatalkan. Sebab ada rencana pelarangan rokok elektrik itu melalui revisi peraturan tersebut. ”Tolong revisi PP dibatalkan,” ucapnya.

Aryo mengungkapkan bahwa industri rokok elektrik dihuni generasi muda dengan kreativitas tinggi. ”Sesuai dengan harapan pak presiden terhadap anak muda. Jadi kami berharap pemerintah bisa support,” pintanya.

BACA JUGA: Anji Mengurangi Kebiasaan Merokok dengan Rokok Elektrik

Belum lagi potensi investasi yang terbilang cukup tinggi dari industri rokok elektrik di masa mendatang. Aryo melihat, beragam berita negatif yang muncul di Indonesia terkait produk itu bisa menghambat investasi masuk.

”Kami juga meminta bantuan kepada kementerian terkait yang urus investasi. Kami coba ke BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan ke pak Luhut (Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi). Peluang investasi yang besar di industri masa depan,” ungkapnya.

APVI, sambung Aryo, juga sudah mencoba ke beberapa instansi lain seperti LIPI dan sejumlah universitas agar mau melakukan kajian ilmiah tentang rokok elektrik. ”Agak sulit tapi kamu terus berjuang,” tekadnya.

Sementara itu, sejumlah Negara sudah mengumumkan hasil kajian tentang rokok elektrik. Salah satunya Inggris melalui penelitian panjang yang dilakukan Action on Smoking and Health (ASH). Dengan risiko yang lebih kecil, rokok elektrik mengurangi jumlah perokok aktif di Negara itu.

ASH sebagai badan amal kesehatan yang bekerja untuk menghilangkan bahaya disebabkan penggunaan tembakau dengan sumber dana dari Cancer Research UK dan British Heart Foundation itu mengungkapkan, sekitar 3,6 juta orang di Inggris merupakan pengguna rokok elektrik (vape) dengan status mantan perokok pada 2019. Temuan yang dirilis pada akhir September 2019 itu mencatat, berdasarkan data kantor pusat statistik nasional, terdapat sekitar 7,2 juta perokok di Inggris pada tahun 2018.

Sementara dari total pengguna vape, sebanyak 54,1 persen di antaranya adalah mantan perokok. Begitu juga di Selandia Baru (New Zealand). Studi baru para peneliti dari Lancet Respiratory Medicine mengumumkan bahwa rokok elektrik dapat membantu orang berhenti merokok lebih cepat. Dipublikasikan pada 10 September 2019.

Profesor dan peneliti utama Universitas Auckland, Dr Natalie Walker, mengatakan penelitian dimaksud sangat penting karena melibatkan 1.124 peserta. Sebesar 40 persen diidentifikasi sebagai M?ori (sebutan bagi penduduk asli New Zealand). (mg7/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler