jpnn.com, JAKARTA - Dewan Penasihat DPP Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir berharap pemerintah tidak lengah terhadap kondisi pereekonomian pascawabah virus corona berakhir nanti.
Sebab menurutnya, akan ada tantangan yang sangat berat menunggu mulai 2021 mendatang. Salah satunya adalah persoalan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang perlu dibenahi.
BACA JUGA: Subsidi Energi Berpotensi Bengkak Jadi Rp 149 Triliun
Selain itu, kata Inas, pemerintah juga diminta tegas terkait masalah subsisi yang tidak pernah jelas konsepnya dari tahun ke tahun.
“Pemerintah berkali-kali gagap dan gagal dalam menerapkan subsudi tertutup atau subsidi orang/rumah tangga untuk LPG bahkan opsi menerbitkan kartu Combo pun akhirnya tidak jelas juntrungannya,” kata Inas, dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4).
BACA JUGA: Tambah Subsidi Energi Agar Listrik dan BBM Tidak Naik
Padahal lanjut Inas, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menggunakan skema distribusi subsidi tertutup LPG 3 kilogram. Seharusnya akan ada penghematan keuangan negara karena subsidi LPG yang tepat sasaran.
“Jika kita bicara basis data kemiskinan, maka sumbernya adalah TNP2K, di mana menurut TNP2K populasi yang rentan miskin ada 25,7 juta rumah tangga. Apabila angka tersebut diasumsikan sebagai rumah tangga yang mendapat subsidi dari APBN misalnya senilai Rp 50 ribu per bulan per rumah tangga, maka diperkirakan subsidi LPG 3 kilogram yang perlu dianggarkan di APBN senilai Rp 15.42 triliun,” jelas Inas.
BACA JUGA: Inas Apresiasi Langkah Pemerintah Menangani Wabah Corona
“Seandainya pemerintah menggunakan data APBN pada tahun 2019, di mana subsidi terhadap barang yakni LPG 3 kg, maka angka subsidi sebesar 6,97 juta metrik ton LPG atau senilai Rp. 75.22 triliun. Angka tersebut terpaut jauh dengan subsidi kepada orang/rumah tangga dari perhitungan diatas, artinya akan diperoleh efisiensi sebesar Rp 58, 8 triliun dari subsidi LPG,” sambung Inas.
Mantan Wakil Komisi VI DPR ini juga memaparkan subsidi listrik dari pemerintah. Menurutnya, dengan basis data yang dimiliki oleh PLN terdapat 24 juta pelanggan 450 VA yang disubsidi dan 7 juta pelanggan 900 VA yang disubsidi.
“Diasumsikan mendapat subsidi dari APBN sebesar Rp 40.000, maka yang perlu dicairkan sebesar Rp 14,88 triliun. Sedangkan subsidi listrik dalam APBN 2019 sebesar Rp 57, 11 triliun sehingga diperoleh efisiensi sebesar Rp 42,23 triliun dari subsidi listrik,” tuturnya.
Sedangkan untuk menghitung subsidi BBM, lanjut Inas, pemerintah harus menegaskan terlebih dahulu tentang basis data yang akan digunakan. Apakah perhitungan itu cukup tepat bila menggunakan basis data TNP2K atau lainnya?
Efisiensi-efisiensi subsidi tersebut, tentunya akan sangat membantu optimasi perencanaan RAPBN di tahun 2021 dan seterusnya. Olh karena itu, pemerintah harus memerintahkan para mentri, pejabat, para pakar yang digaji oleh APBN dan tidak terlalu sibuk dalam penanggulangan COVID-19.
“Untuk keperluan subsidi tersebut, seharusnya pemerintah tidak perlu lagi menerbitkan berbagai macam kartu, karena cukup menggunakan big data KTP yang pastinya juga digunakan oleh TNP2K maupun PLN. Atau pemerintah benar-benar memanfaatkan sensus penduduk 2020 untuk membuat big data kependudukan yang tepat dan sangat lengkap termasuk kondisi ekonomi rakyat Indonesia,” pungkasnya.(mg7/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh