JAKARTA – Sikap pemerintah yang melupakan peran penting Apoteker dalam menyusun kerangka infrastruktur ke arah Pelayanan Kesehatan Semesta seperti diamanatkan di dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) disorot Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Menurut Ketua IAI Dani Pratomo, apoteker masih dilihat hanya sebagai penjual obat atau pembantu penjual obat. Padahal, apoteker merupakan profesi kesehatan yang penting dalam mendukung pemerintah melaksanakan amanat UU SJSN.
"Harusnya peranan dan fungsi apoteker dalam tatanan SJSN harus dipertimbangkan. Bukan sekadar dilihat hanya sebagai penjual obat. Saat ini, kami apoteker belum dilihat sebagai salah satu mitra profesi kesehatan di dalam SJSN,” kata Dani Pratomo dalam keterangan persnya, Senin (25/2).
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Dani menjelaskan, yang dihitung dalam proporsi reimbursement yang dilakukan BPJS terhadap klaim dari pelayanan kesehatan hanyalah porsi harga obat, penggunaan alat medis dan jasa dokter saja. Jasa apoteker tidak diperhitungkan di dalamnya. Padahal berdasarkan Pasal 108 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, segala pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan obat harus dilakukan oleh seorang apoteker.
"Secara profesi, apoteker dapat menunjang hasil diagnosa dari dokter dengan memberikan pendapat dari segi efektifitas pengobatan dan kinerja dari obat itu sendiri," ujarnya.
Menurut Dani, seringkali dokter kurang memahami mengenai reaksi obat yang satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan materi yang dikuasai oleh seorang apoteker. Dengan adanya dialog interaktif antara dokter dengan apoteker, masyarakat akan lebih diuntungkan. Rumah sakit juga bisa lebih efektif dalam menyusun budget pembelian obatnya.
“Bila ada sinergi antara dokter yang melakukan diagnosa atas penyakit dan apotekernya mengenai obat yang kiranya cocok untuk kesehatan pasien, tentunya akan sangat membantu masyarakat,” jelas Dani.
Selain itu, tingkat rasionalitas penggunaan obat pun akan meningkat. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli berbagai obat yang sebenarnya tidak diperlukan. Kemudian akan ada mekanisme check and balance antara dokter dan apoteker untuk mencari obat yang cocok. “Jadi bukan sekedar mengakomodasi pesan sponsor dari perusahaan farmasi, seperti yang sudah sering disinyalir,” tutur Dani.(esy/jpnn)
"Harusnya peranan dan fungsi apoteker dalam tatanan SJSN harus dipertimbangkan. Bukan sekadar dilihat hanya sebagai penjual obat. Saat ini, kami apoteker belum dilihat sebagai salah satu mitra profesi kesehatan di dalam SJSN,” kata Dani Pratomo dalam keterangan persnya, Senin (25/2).
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Dani menjelaskan, yang dihitung dalam proporsi reimbursement yang dilakukan BPJS terhadap klaim dari pelayanan kesehatan hanyalah porsi harga obat, penggunaan alat medis dan jasa dokter saja. Jasa apoteker tidak diperhitungkan di dalamnya. Padahal berdasarkan Pasal 108 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, segala pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan obat harus dilakukan oleh seorang apoteker.
"Secara profesi, apoteker dapat menunjang hasil diagnosa dari dokter dengan memberikan pendapat dari segi efektifitas pengobatan dan kinerja dari obat itu sendiri," ujarnya.
Menurut Dani, seringkali dokter kurang memahami mengenai reaksi obat yang satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan materi yang dikuasai oleh seorang apoteker. Dengan adanya dialog interaktif antara dokter dengan apoteker, masyarakat akan lebih diuntungkan. Rumah sakit juga bisa lebih efektif dalam menyusun budget pembelian obatnya.
“Bila ada sinergi antara dokter yang melakukan diagnosa atas penyakit dan apotekernya mengenai obat yang kiranya cocok untuk kesehatan pasien, tentunya akan sangat membantu masyarakat,” jelas Dani.
Selain itu, tingkat rasionalitas penggunaan obat pun akan meningkat. Masyarakat tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membeli berbagai obat yang sebenarnya tidak diperlukan. Kemudian akan ada mekanisme check and balance antara dokter dan apoteker untuk mencari obat yang cocok. “Jadi bukan sekedar mengakomodasi pesan sponsor dari perusahaan farmasi, seperti yang sudah sering disinyalir,” tutur Dani.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Datangi Rumah, Petugas Imigrasi Tarik Paspor Anas
Redaktur : Tim Redaksi