Pemerintah Harus Tegas Atasi Konflik Agraria

Senin, 14 Januari 2013 – 23:51 WIB
JAKARTA – Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sandra Moniaga mengakui bahwa masalah konflik pertanahan sudah sering terjadi di Indonesia. Bahkan, masalah pertanahan itu tak jarang yang berujung pada pelanggaran HAM.
       
“Ketika terjadi klaim sepihak oleh negara, oleh pemerintah yang terjadi atas tanah-tanah yang sebelumnya dimiliki atau diakui masyarakat tanah mereka, baik berdasarkan adat atau sumber lain, itu adalah suatu pelanggaran hak atas kekayaan atau property right,” kata Sandra, kepada JPNN, Senin (14/1).
       
Dijelaskan Sandra, ketika hak itu kemudian diberikan negara kepada pihak lain, maka masyarakat tidak bisa memanfaatkan tanahnya lagi. “ Mulailah dilanggar hak atas pekerjaan, tapi seringkali terhadap masyarakat adat itu yang terjadi juga pelanggaran hak budaya,”  katanya.
       
Sebab, lanjut dia, seperti diketahui bagi masyarakat tanah itu merupakan kehidupan mereka. Tak jarang, kata dia, banyak Hak Pengusahaan Hutan (HPH), hutan, bahkan untuk pertambangan yang menggusur tanah masyarakat.  “Bahkan, ada pekuburan juga yang tergusur,” jelasnya.
       
Menurutnya, itu merupakan contoh tahap awal dari pelanggaran HAM yang dilakukan. Sedangkan tahap berikutnya, Sandra menjelaskan, ketika masyarakat melakukan perlawanan muncullah tindak kekerasan. Menurut Sandra, tak jarang terjadi benturan antara masyarakat dan oknum aparat keamanan, baik TNI maupun kepolisian.

“Yang terkesan dalam tanda kutip membela aset perusahaan, sehingga melakukan tindak kekerasan,” katanya. Nah, kata dia, dari situlah berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi. Seperti banyak kasus, kata dia, terjadi pembunuhan dan kehilangan hak atas rasa aman. “Jadi, sebenarnya pelanggaran HAM ini banyak sekali,” ujarnya.
       
Dijelaskan Sandra, selama ini sudah banyak laporan soal pelanggaran HAM yang masuk ke Komnas terkait masalah pertanahan ini. Bahkan, kata dia, di era kepemimpinan Ifdal Kasim sebagai Ketua Komnas Ham, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengakui bahwa masalah konflik pertanahan menjadi salah satu dari tiga isu penting soal HAM. “Tiga isu penting yang diakui presiden itu adalah konflik agraris, pelanggaran HAM masa lalu dan soal Papua,” kata Sandra.
       
Menurut Sandra, masalah konflik agraris ini juga sebenarnya sudah menjadi perhatian eksekutif maupun legislatif. Dicontohkan dia, di legislatif baik Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah sudah pernah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan konflik agraria di masyarakat ini.

Untuk eksekutif, lanjut dia, Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) juga ada membentuk tim. Bahkan, Sandra mengingatkan pada 2001 juga sudah ada Ketetapan MPR untuk penyelesaian masalah konflik agraria ini. Yakni TAP MPR Nomro IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. TAP itu berisikan 8 pasal. “Tap ini masih berlaku, sudah jelas semua di situ (di dalam TAP),” katanya.
       
Lantas apakah permasalahan ini sudah ditindaklanjuti? Sandra menjawab memang sudah ditindaklanjuti. “Sebenarnya ada tindakan tapi tindakannya masih sangat parsial, tidak menyeluruh dan tidak menyentuh akar masalah,” katanya.        Dicontohkan dia, misalnya di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dibentuk deputi khusus untuk menyelesaikan konflik. “Tapi mana mampu selesaikan konflik yang disebabkan institusi mereka sendiri,” katanya.
       
Begitu juga di Kementerian Kehutanan, kata dia, baru-baru ini ada salah satu badan yang dibentuk untuk menyelesaikan konflik agraria ini. “Kemenhut baru dibentuk, dan belum bisa menyelesaikan,” katanya.
       
Dia menegaskan langkah konkrit yang harus dilakukan adalah pemerintah harus menahan diri, kemudian melakukan satu moratorium pemberian izin-izin baru. Menurutnya, Kemenhut sudah membuat komitmen untuk itu. “Tapi kalau tidak serius, dan di bidang lain juga tidak mengeluarkan moratorium, tidak akan bisa,” ungkapnya. Makanya, kata dia, perlu dikaji ulang, izin yang mau habis seharusnya jangan diperpanjang lagi. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenderal Djoko juga Disangka Lakukan Pencucian Uang

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler