Pemerintah Optimistis Inflasi Pangan Terkendali Menjelang Nataru 2023

Selasa, 29 November 2022 – 08:57 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mulai mengantisipasi lonjakan harga pangan menjelang akhir tahun.

Secara historis harga-harga bahan pangan akan naik menjelang akhir tahun, baik karena tingginya permintaan maupun berkurangnya stok.

BACA JUGA: Resesi Mengancam di 2023, Ekonom Serukan Pengendalian Inflasi Pangan

Salah satu penyumbang terbesar inflasi pangan adalah beras yang menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa harganya akan naik sampai dengan awal tahun 2023.

Hal ini wajar secara historis, dan tidak akan terlalu mendorong naiknya inflasi pangan.

BACA JUGA: Kendalikan Inflasi Pangan, NFA Pastikan Stok & Harga Beras di Pasar Induk Cipinang Aman

“Harga naik, pasti karena memang siklusnya seperti itu, harga beras naik saat panceklik, siklus yang umum saja. Wajar saja. Berdasarkan data terakhir, sampai akhir Desember masih ada stok 1,8 juta,” kata Andreas, Senin (28/11/2022).

Untuk itulah, inflasi dari sektor pangan semestinya masih bisa terjaga. Apalagi, berdasarkan data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, terdapat stok 1,8 juta ton beras yang tersedia di penggilingan di seluruh Indonesia.

BACA JUGA: Kendalikan Inflasi Akhir Tahun, Menko Airlangga Pantau Harga dan Pasokan Komoditas Pangan Pokok

Perum Bulog menyampaikan stok beras saat ini hanya tersedia di level 594 ribu ton. Padahal pemerintah menargetkan cadangan beras Bulog minimal 1,2 juta ton.

Untuk itu Bulog meminta untuk bisa melakukan impor beras.

Andreas mengkritisi rencana impor beras. ”Kalau dipaksakan impor, katakan masih ada negosiasi, baru masuk 2-3 bulan lagi, ketika panen raya, beras impor datang,” kata Andreas.

Lagi pula, sudah tiga tahun ini kita berhasil swasembada beras. Petani pun merasakan harga yang baik untuk mereka.

“Petani sedang menikmati harga yang bagus untuk padi, gabah kering panen, biar menikmati yang bagus ini,” kata Andreas.

Hanya saja, Andreas meminta pemerintah mengkaji ulang penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar lebih dinikmati petani kecil.

“Perbaiki pola penyaluran KUR, karena paling penting bagaimana dia bisa diakses petani kerja, bukan middle men, petani dengan penggilingan padi atau UMKM. Petani yang on farm yang bisa menikmati KUR kurang dari 1 persen,” tegas Andreas.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat Rakortas TPIP-TPID, melakukan penyaluran KUR senilai Rp 3,1 miliar secara simbolis kepada 10 debitur KUR di wilayah Pontianak guna mendukung ketahanan pangan.

Pemerintah, lanjut Airlangga juga berupaya untuk mengatasi potensi kenaikan harga jelang akhir tahun. Beberapa di antaranya dengan memperkuat koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), penggunaan dana daerah, dan memperkuat kerja sama antar daerah (KAD).

“Pemerintah meminta Pemerintah Daerah menggunakan dana daerah terutama untuk mendukung logistic. Ada beberapa daerah yang belum menggunakan dana tersebut,” ujar Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.

Menurut Airlangga, TPIP akan membuat surat agar ini bisa dimanfaatkan dan kemudian beberapa hal yang menjadi catatan bahwa ke depan inflasi ini perlu ditangani secara lebih baik agar pertumbuhan ekonomi kita bisa berkualitas.

“Itu bisa dicapai kalau inflasinya bisa ditekan,” ungkap Airlangga.

Kurangi Impor

Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengungkapkan pemerintah patut menjaga stok komoditas pangan dan memperkuat serapan pangan lokal jelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.

“Inflasi itu kuncinya, biar harga tidak naik terus, pertama availability (ketersediaan) dari pangan. Kalau stok pangan terjaga maka demand (permintaan) meningkat, suplai tidak terbatas, artinya cukup, itu tidak akan menaikkan harga. Maka, yang harus dilakukan pemerintah ya jaga stok pangan," terangnya.

Menurut Sri Astuti, selain siklus tahunan yakni inflasi mengalami kenaikan pada bulan-bulan tertentu seperti Natal, Tahun Baru, dan Lebaran, inflasi ke depan juga masih dihantui kondisi global yang masih tidak pasti.

"Namun, spesial untuk tahun depan itu, inflasi cenderung tinggi karena dampak pandemi belum selesai. Mobilitas relatif belum balik 100 persen. Ditambah konflik Rusia-Ukraina. Itu distribusi komoditas pangan dan energi terhambat,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Esther menyarankan agar pemerintah juga berfokus untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas pangan impor.

"Kedua, biar harga tidak naik ya tidak bergantung pada komoditas impor. Kita berusaha untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri dengan bahan-bahan lokal," tegas Sri Astuti.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler