jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum DPP Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahardiansyah mengatakan pemerintah perlu memperkuat edukasi dan analisis risiko untuk mewujudkan gaya hidup masyarakat.
Hal itu diungkapkan dalam seminar Indonesia Policy Analyst Forum (IPAF) bertajuk “Memperbaiki Gaya Hidup dengan Kebijakan Berkualitas" yang digelar di Tebet Jakarta baru-baru ini.
BACA JUGA: Sun Life dan Beyond Sport Serukan Gaya Hidup Sehat di Depok
"Publik harus diperkuat diedukasinya karena ini (gaya hidup) menyangkut kesadaran dan perilaku. Kebijakannya lebih kepada pengurangan risiko hingga pencegahan. Ini yang perlu kita rumuskan bareng-bareng mengenai kebijakan yang tepat," ungkap Trubus seperti dikutip pada Senin (3/6).
Saat ini, kata dia, Indonesia dihadapkan pada banyaknya produk konsumsi yang beredar di masyarakat
BACA JUGA: Gandeng Shin Tae-yong, InBody Terus Dukung Gaya Hidup Sehat
Trubus menyebut risiko dari produk-produk tersebut bermacam-macam dan beberapa dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Di sisi lain beberapa industri seperti minuman dan tembakau, telah mengeluarkan produk inovasi seperti minuman nol gula dan rokok elektrik.
"Peredaran produk konsumsi harus juga diiringi oleh analisis dampak dan risikonya," ujar Trubus.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Dokter Mahesa Pranadipa mengungkapkan perlu adanya penelitian yang berdasar bukti untuk mengklaim sebuah produk lebih rendah risiko, termasuk rokok elektrik.
"Kalau pertanyaannya apakah rendah risiko (rokok elektrik), itu perlu ada informasi berdasarkan bukti yang tidak hanya terbatas pada ruang seminar ilmiah tetapi juga dibuka di ruang publik," ungkap Mahesa.
Mahesa menyatakan perlunya edukasi dan kesadaran publik untuk mengetahui risiko yang terkandung pada produk yang mereka konsumsi.
Hal ini mengingat informasi nutrisi, kandungan gula, garam, dan lemak merupakan hak masyarakat sehingga kita berhak tahu.
Menagih Komitmen Perlindungan Anak
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menyampaikan kebijakan pemerintah termasuk dalam peredaran produk konsumsi, harus memperhatikan anak.
Hal ini juga termasuk perlindungan anak dari produk mengandung gula dan tembakau mengingat anak adalah individu yang tidak punya kekuatan seperti orang dewasa untuk mengklaim haknya.
Menanggapi Dian, perwakilan asosiasi industri vape, Garindra Kartasasmita juga memiliki perhatian yang serupa mengenai perlindungan anak.
Menurut Garindra, masalahnya saat ini terletak pada penegakan hukum yang masih minim.
Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) juga gencar mengedukasi bukti ilmiah mengenai risiko vape yang lebih rendah kepada perokok dewasa.
"Kami punya 1.300 member diseluruh Indonesia, mayoritasnya adalah toko retail. Kami membuat sebuah sistem penjagaan di toko teman-teman kami, bahwa satu toko bisa melaporkan toko yang lain, apabila mereka melihat toko tersebut melihat toko menjual ke underage. Jadi saling mengawasi," jelas Garindra.
Dian Sasmita mengapresiasi langkah-langkah industri yang pro-aktif berkomitmen melindungi anak-anak.
Komitmen penegakan hukum jadi kunci dalam hal ini sehingga industri pun tidak galau untuk mendukung upaya pemerintah.
"Hal sederhana (yang dilakukan APVI), tetapi ketika itu dilakukan terus menerus dan digelombangkan secara berkelanjutan, itu pasti dampaknya besar," ucap Dian.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul