jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia (APIKMI) meminta pemerintah berlaku adil dalam kebijakan safeguard terhadap barang jadi impor produk garmen.
Kebijakan safeguard yang mengutip bea masuk pengamanan hanya diberlakukan pada barang baku impor, tetapi tidak pada barang jadi garmen impor.
Menurut Sekretaris Jenderal APIKMI Widia Erlangga, perbedaan sikap itu bisa mencekik pengusaha garmen dan konveksi lokal.
Dia mengatakan pemerintah sering menyanjung industri kecil menengah (IKM) yang bisa bertahan dalam situasi yang sulit di tengah pandemi ini tetapi di sisi lain memberi perlakuan yang berbeda dengan industri-industri besar
BACA JUGA: Neraca Perdagangan Surplus, Namun Industri Belum Optimal
"Hal yang disebutkan oleh pemerintah sepertinya bertolak belakang dengan keadaan yang dialami para pelaku IKM khususnya di sektor garmen atau konveksi saat ini," kata dia dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/3).
Menurut dia, ada dua hal utama yang membuat keadaan iklim usaha para pelaku IKM semakin tidak menentu.
Pertama, kelangkaan bahan baku yang selama ini banyak dipasok dari impor. Selain itu juga keterbatasan bahan baku yang diproduksi oleh industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal.
BACA JUGA: Industri Perikanan Mampu Berkembang di Tengah Pandemi
Sementara, kata Widia, safeguards bahan baku diatur dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 161/PMK 010/2019, PMK Nomo 162/PMK. 010/2019 , dan PMK Nomor 163/ PMK.010/2019 terkait Pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS).
Aturan yang diterapkan pada November 2019 lalu, kata Widia, sudah sangat jelas berimbas kepada kelangkaan bahan baku impor di pasar domestik.
Sementara itu, kapasitas produksi dari para industri tekstil lokal saat ini menurun secara signifikan dan tidak bisa memenuhi permintaan di pasar domestik.
"Selanjutnya hal kedua yang menyulitkan bagi IKM garmen adalah gempuran barang jadi impor dari China dan Thailand yang saat ini sangat banyak sekali dan amatlah mudah didapatkan di pasar domestik," jelas dia.
Sejauh ini, kata Widia, para pelaku IKM garmen merasa produk mereka tidak bisa bersaing dengan barang jadi impor, yang belum dikenakan bea masuk tambahan seperti bahan baku impor.
Ditambah banyak pihak yang beralih untuk mengimpor produk barang jadi karena dinilai lebih mudah dan ekonomis dibandingkan dengan memproduksi di dalam negeri sendiri.
Dia mencontohkan berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi peningkatan impor barang jadi kerudung atau scarf. APIKMI mencatat terdapat 32,4 juta kg atau 314,9 lembar kerudung atau scraft yang diimpor dari China, Turki, Malaysia, India, dan Pakistan selama 2017-2019
"Berdasarkan data di atas dapat diambil kesimpulan dalam tiga tahun terakhir terjadi pengingkatan nilai impor barang jadi berupa kerudung atau scarf tersebut," jelas dia.
Widia menilai kondisi itu menunjukkan bahwa safeguard untuk barang jadi garmen harus segera direalisasikan.
Apabila impor barang jadi termasuk kerudung tidak diberlakukan safeguard, maka salah satu yang paling terkena dampaknya adalah para IKM Cicalengka yang terancam bisa menutup usahanya.
Terlebih Cicalengka terkenal sebagai salah satu kawasan IKM atau sentra produsen kerudung terbesar di Jawa Barat.
APIKMI meminta penjelasan kepada pemerintah khususnya, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian, terkait pemberlakuan bahan baku dikenakan bea masuk pengamanan, tetapi barang jadi garmen impor tidak diberlakukan.
Sebab, secara bisnis akan lebih menguntungkan impor barang jadi dan secara langsung dapat membunuh industri IKM garmen.
"Yang menjadi harapan utama ialah agar proses produksi pelaku IKM garmen atau konveksi kembali stabil dan harga jual yang ditawarkan ke konsumen tetap kompetitif. Pemerintah harus bertindak cepat, untuk menerbitkan kebijakan safeguards barang jadi impor, agar situasi saat ini tidak dijadikan sebagai celah oleh segelintir pihak yang memanfaatkan keadaan," kata dia.
Widia menambahkan, kebijakan tersebut bisa meringankan para pelaku IKM sektor konveksi, garmen, dan barang produksi lokal, baik dari para pelaku IKM ataupun industri dalam negeri.
Dia menilai kebijakan safeguard terhadap barang jadi impor berpeluang membuat IKM lokal menjadi primadona di pasar domestik negerinya sendiri. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga