jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah serius menggarap industri game lokal. Melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) ditargetkan industri kreatif itu mampu lebih berdaya saing di kancah global.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyebut pemerintah tengah menggodok ekosistem industri yang baik dengan penguatan rantai nilai (value chain) dan pengoptimalan potensi dalam negeri.
BACA JUGA: Ini Lima Rekomendasi Game Lokal Menarik untuk Dicoba, Asli Buatan Anak Bangsa
“Dengan memperhatikan rantai nilai industri, akan menghasilkan sebuah ekosistem yang terintegrasi dan menyeluruh,” kata Taufiek pada webinar Bangga Game Buatan Indonesia, Selasa.
Menurutnya, saat ini dia tengah menguatakan rantai nilai di industri konten yang melibatkan beberapa sektor pendukung, antara lain industri komik, animasi, film, game, musik, dan mainan.
BACA JUGA: Menparekraf Lihat Potensi Ekonomi Menjanjikan dari Game di Tanah Air
Kemenperin juga proaktif berkoordinasi dengan kementerian terkait, BUMN, dan pihak swasta.
“Dalam membangun ekosistem industri konten yang baik, dibutuhkan kolaborasi dan interaksi antar-sektor. Industri berbasis Intellectual Property (IP) dapat saling berkolaborasi dalam pengembangan produk dan IP dengan dukungan investasi baik dari pihak pemerintah maupun swasta,” katanya dalam keterangan tertulis.
BACA JUGA: Berjuang Hingga Rubber Game, The Daddies Gagal Raih Medali Perunggu
Taufiek optimistis dengan terbentuknya ekosistem industri konten yang baik, industri game sebagai salah satu komponen pendukung di dalamnya juga akan turut tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Apalagi, ada beberapa potensi yang dimiliki oleh Indonesia,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Newzoo pada 2016-2019, revenue industri game di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada 2019, Indonesia memperoleh pendapatan sebesar USD 1,084 miliar dari industri gaming dan eSports.
“Dengan capaian tersebut, saat ini Indonesia merupakan pasar industri game terbesar di Asia Tenggara dan menduduki peringkat ke -17 dunia. Tercatat pula terdapat 52 juta penduduk Indonesia yang merupakan gamer,” ungkapnya.
Taufiek juga menilai dengan potensi pasar yang begitu besar di Indonesia, pihaknya mendorong para pengembang game dalam negeri untuk mengoptimalkan peluang yang ada saat ini.
“Sebab, di tahun 2020, pasar game Indonesia baru dikuasai oleh industri lokal senilai 0,4 persen. Artinya, masih tinggi untuk peluang berusaha bagi para pengembang game dalam negeri,” katanya.
Taufiek menambahkan pada 2016, perangkat yang paling digemari untuk memainkan game masih didominasi oleh komputer (baik desktop maupun laptop), namun tren tersebut semakin berubah pada saat ini.
“Tren gamer di Indonesia yang menggunakan komputer sebagai perangkat permainannya mengalami penurunan, dari 39,2 persen tahun 2017 menjadi 35,4 persen pada 2018. Sedangkan gamer yang menggunakan smartphone sebagai perangkatnya terus naik, dari 29,9 persen tahun 2017 menjadi 33,5 persen di 2018,” katanya.
Menurut dia, angka tren untuk penggunaan smartphone tersebut diproyeksi akan terus meningkat. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Hootsuite (We Are Social) pada 2019, sebanyak 85 persen dari pengguna smartphone memainkan game pada perangkat mereka.
"Saat ini di Indonesia sendiri, pangsa pasar smartphone berbasis Android masih mendominasi apabila dibandingkan dengan smartphone yang berbasis IoS. Adapun merk smartphone yang selama tiga tahun terakhir ini menjadi penguasa pasar Indonesia adalah Oppo, Vivo, Samsung dan Xiaomi,” ujar Taufiek. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia