JAKARTA - Polemik seputar pemberlakuan Permenkes 1871/2011 tentang penertiban praktik tukang gigi terus berlanjut. Meski pemberlakukan peratuarn tersebut telah diundur, namun para tukang gigi yang tergabung dalam Ikatan Tukang Gigi Indonesia (ITGI) belum juga puas.
ITGI tetap menolak keputusan penutupan praktik tukang gigi yang dilakukan perlahan. Mereka menawarkan opsi terkait pembinaan yang akan dilakukan pemerintah. "Kita juga ingin mengajukan konsep pembinaan menurut kami," ujar Sekjen ITGI Faisol Abrori di Jakarta, kemarin (24/6).
Faisol memaparkan, konsep pembinaan tersebut menyangkut beberapa poin. Antara lain, pihaknya menuntut pembinaan yang berkelanjutan dan pemberian kredit mikro untuk tukang gigi. Kredit tersebut akan digunakan untuk memperbaharui peralatan dan ruang praktik.
"Selama ini, alat dan bahan kita beli dari pihak swasta. Dan itu mahal. Krena itu kami minta penyedian bahan yang murah dari Kemenkes. Itu juga bisa jadi pemasukan bagi pemerintah. Jadi kita tidak lari ke swasta,"ujarnya.
Selain itu, lanjut Faisol, pihaknya juga meminta pemerintah menyedikan sekretariat organisasi bagi ITGI. Tidak hanya di pusat, namun juga di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Mereka bahkan meminta Menkes Nafsiah Mboi menjadi dewan pembina ITGI.
Tidak hanya itu. Meski pemerintah terkesan melunak, ITGI bersikeras menolak penutupan praktik tukang gigi. Mereka bahkan meminta pemerintah segera menerbitkan izin praktik bagi para tukang gigi. "Kami tahu konsep pembinaan mengarah pada penutupan secara perlahan. Karena itu, kami menyuguhkan second opinion. Kami mau duduk bareng dengan pemerintah untuk bicarakan ini lebih lanjut," imbuh Faisol.
Menanggapi tuntutan ITGI, pemerintah menyatakan tidak serta merta menurutinya. " Kasubdit Bina Kesehatan Gigi dan Mulut Kemenkes Sudono mengatakan, pemerintah tidak mau diatur-atur oleh para tukang gigi, termasuk soal konsep pembinaan. "Masak mau diatur sendiri. Pemerintah tidak mau diatur-atur," jelasnya kemarin.
Sudono menegaskan, tukang gigi tidak bisa seenaknya menetapkan konsep pembinaan sesuai keinginan mereka. Sebab, mereka tidak memiliki kemampuan akademik yang mumpuni. Sudono mengatakan, pemerintah akan menuruti permintaan mereka, jika para tukang gigi tersebut mau menempuh sekolah minimal D1 atau mengikuti pelatihan terpadu oleh pemerintah.
"Kita akan berikan kredit mikro kalau mereka masuk di klinik teknikal gigi. Pokoknya harus minimal D1. Selain itu tidak bisa," tegasnya.
Menurut Sudono, banyak tukang gigi yang tidak mau ikut pelatihan. Sebab, mereka ingin buka praktik sendiri. Mereka menolak diperkerjakan di bawah teknisi gigi. "Mereka banyak yang nggak mau. Kalau tetap tidak mau, ya akan ditutup (praktiknya). Karena itu, kita tunggu saja keputusan MK nanti," jelasnya.
Seperti diketahui, salah seorang tukang gigi menggugat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, khususnya pasal 73 ayat (2) dan pasal 78 yang menjadi dasar pelarangan praktik para tukang gigi oleh Kementerian Kesehatan. Tukang gigi tersebut meminta MK membatalkan kedua pasal tersebut. (ken/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ingin Gedung Baru, KPK Diminta Yakinkan DPR
Redaktur : Tim Redaksi